Rabu, 29 Januari 2014

JOB HARI INI.. yihaaa!

Hai.. selamat sore menjelang malam. ini masih jam 17.14. yah.. sekitar setengah jam yang lalu aku baru nyampek dirumah. Nyampe rumah langsung makan, trus buka laptop dan nulis ini hehe. Hari ini masih stagnan sama tugas buku tahunan. Oya, ini sudah pemotretan yang ke-3. Pertama kelas XII IPS, kedua XII IPA 1 dan yang ke-3 XII IPA 2.

Di proyek kali ini, panitia bekerjasama dengan mas Lukman sebagai fotografer dan mas Ipul sebagai apa ya… ee.. pendamping mungkin, tapi lebih keren lagi kita sebut aja sebagai bagian marketing. Jadi,, mas Ipul inilah yang selalu nagih uang DP hahaha (ketauan dehh). Kedua manusia baru ini adalah manusia yang aneh dengan kekonyolan mereka masing-masing hehhe.

Selama tiga hari ini, panitia buku tahunan udah kayak pekerja lapangan yang udah belaga kayak mandor, atau lebih kerennya lagi supervisor management *ciee :D

Gak tau kenapa, selama tiga hari ini aku ngerasa semangattttt banget!! Dan pastinya aku bakalan nambah kadar semangatku setiap hari sampai pekerjaan ini selesai.

Suka banget dengan pekerjaan kayak gini. Soalnya banyak banget pengalaman dari luar pembelajaran disekolah. Misal, dimana kita ada masalah yang tidak terduga kita bisa belajar untuk lebih tenang dan memikirkan jalan keluar yang terbaik, lebih sabar mengatur orang lain yang notabene banyak yang susah buat diatur. Cuman yaa.. namanya juga anak SMA, masih ego sama diri mereka masing-masing, bawa enjoy aja, kita-kan teman, yaa gak? hahaha

Kalau sudah banyak kerja diluar lapagan kayak gini, pasti juga bakalan banyak surat dispen yang berkeliaran. Dan itu artinya, guru bakalan agak sedikitt.. yah.. taulah, gak semua guru suka dengan dispen. Tapii.. untungnya aku bisa bagi waktu dimana jam yang harus aku ikuti di kelas dan di luar kelas. Temen-temen panitia juga ngerti itu kok. Alhamdulillah….

Jadi walaupun sibuk. Belajar itu tetap harus dilakukan, harus tetap ada dalam daftar kegiatanku dan teman-teman panitia yang lain. Inget! UN didepan mata.. jadi boleh lah bercapek-capek ria, tapi antara kewajiban diluar kelas dan didalam kelas seperti tugas, dan ulangan harus tetap menjadi tanggung jawab utama kita. Kalau aku sendiri, siang Cuma ikut 2 pelajaran, tambahan 1 kali dan malamnya belajar soal-soal, jadi gak nyesel kalau gak ikut pelajaran disekolah, soalnya dirumah juga bisa ngejar. Kuncinya kalau pengen tetap update tentang kelas walaupun sering dispen adalah… banyak tanyak sama teman-temen kelas perihal apa yang sudah diajarkan guru dan tugasnya juga.

Menurutku.. santai ajalah dengan proyek ini, walaupun bakalan banyak dispen, yang penting masih bisa belajar lebih dirumah. Dan apasalahnya sih.. kalau kita (panitia) berjuang untuk membawa sebuah perubahan baru ditengah-tengah teman-teman kita? Apalagi sebentar lagi kita udah mau ngelepas baju putih abu-abu :’D. jadi disini.. aku dan panitia buku tahunan yang lain, gak mau mengecewakan UN kita dan gak mau mengecewakan teman-teman yang sudah mempercayakan proyek buku tahunan sama kita semua. SEMANGAT AJA DEEEE!!!

Satu kata untuk hari ini

”jangan pernah menyerah dengan kesibukan. karena kesibukan adalah tempat dimana kita belajar untuk menjadi orang yang memiliki pemikiran luas dan orang yang semangat untuk sebuah perubahan yang terbaik dalam hidupnya”


Selasa, 28 Januari 2014

ORGANISASI ITU KEREN!



Malam ini masih berkutat dengan laptop. Seperti biasa, Cuma pingin nulis aja. Nulis tentang apa yang aku suka.

Kali ini aku mau cerita perihal ketertarikanku dengan ORGANISASI. Bagaimana aku bisa tertarik dengan satu hal ini? begini ceritanya…

Sebenarnya, dari kecil aku suka ikut orang tua ke beberapa kegiatan rapat dan organisasi. Dan saat itu juga aku melihat banyak sosok yang berpengaruh ditengah rapat. Kalian tau apa yang aku pikirkan ? aku ingin seperti mereka, aku ingin berlagak menjadi orang sibuk dan berbicara tentang banyak hal yang terdengar begitu keren. SO.. semua yang aku lakukan dan aku dapatkan sekarang di organisasi adalah sesuatu yang dulunya hanya sebatas APA YANG AKU INGINKAN.

Dimulai dari anak SD yang gak tau apa-apa dan bodoh, akhirnya aku sampai juga di masa putih biru (SMP) Haha. Di masa ini aku nyobak mendaftarkan diri menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra sekolah (OSIS). Tapi aku GAGAL. Bukan hanya gagal sekali, tapi 2 kali berturut-turut. Kok bisa ya? Ya.. mencoba berpikir positif aja, mungkin karena banyak anak yang lebih baik dari aku atau memang aku sudah dipersiapkan untuk sebuah organisasi yang lebih dari ini. tapi entah kenapa aku jadi punya dendam gara-gara ke gagalan ini. Dendam sama diri sendiri. Itulah alasan kenapa aku sempat berjanji pada diri sendiri waktu kelas 3 SMP. Aku janji, dimasa SMA nanti aku bakalan LOLOS OSIS dan jadi pengurus. Gak aneh,  karena menurutku ini adalah cara dimana aku membalas ke gagalan yang positif.

Masa SMP terlewati. Aku masih ingat dengan janjiku itu, aku akan bergabung di organisasi dan menjadi salah satu orang yang turut andil dalam sebuah perubahan untuk diri sendiri, dan orang lain.

masa SMA-ku dimulai dan aku mulai melihat kerja OSIS disekolahku yang baru ini. saat itu dan hingga saat ini aku berpendapat, OSIS SMA itu berwibawa dan keren (itu menurutku). OSIS di sekolahku terkenal sebagai OSIS terbaik (aamiin). 

Demi membayar janji, akhirnya aku mendaftarkan diri menjadi pengurus OSIS  dan aku mulai ikut tes-nya dari sore sampai malam. Awalnya aku kira ini gak sulit dan gak beda jauh sama tes OSIS SMP. Tapi ternyata.. tesnya susah. Waktu tes dijamanku, ada 5 tahapan untuk lolos jadi pengurus OSIS :

1.   1.  Tahap administrasi (data, rapot dan prestasi)
2.   2.   Tahap fisik (lari, sit up, push up dll)
3.   3.    Tes bakat
4.   4.    Tes wawancara
5.    5.    Tes ketangkasan, kreatifitas, keberanian, dan leadership

Yaa.. susah-susah gampang sih. Dari sekian banyak yang mendaftar (50 anak), hanya tersisa 20 anak terbaik. Dan disetiap tahapannya selalu ada yang tersisihkan. Waktu itu aku benar-benar harus siap fisik, mental dan pastinya PERCAYA DIRI. Gak mikir aku menampilkan hal bodoh atau apalah itu, yang penting aku melakukan yang terbaik dan aku bisa LOLOS.

Usahaku gak sia-sia. Setelah sebulan menjalani tes. Aku berhasil menjadi pengurus OSIS dengan jabatan SEKBID 1 (keagamaan). Aku bertahan di OSIS sampai kelas 3 SMA, tapi di jenjang yang lebih tinggi ini aku punya jabatan yang berbeda dari sebelumnya, yaitu sebagai koordinator SEKBID 8 (sastra dan budaya).

Banyak hal yang aku dapatkan di OSIS. Dari mulai rasa percaya diri yang semakin tinggi, skill berbicara di depan orang banyak yang semakin terasah, belajar memimpin orang banyak (paling banyak, aku pernah memimpin sekitar 98 anak), belajar tanggung jawab sama tugas, belajar memanaj waktu antara belajar dan organisasi (walaupun sibuk, harus tetap berprestasi), belajar menata kalimat ketika harus berbicara didepan orang yang lebih tua, belajar untuk berbisnis, belajar untuk menjalin sebuah kerjasama dengan instansi besar dan banyak lagi.

Banyak yang aku dapat di OSIS. Terutama waktu aku jadi Ketua Pelaksana MAGENDA 6. Ya, aku paling suka pengalaman ini. saking senengnya aku sampe sering banget cerita pengalamanku yang satu ini dimana aja, terutama di blog ini. menurutku.. apapun yang aku dapat di OSIS, semuanya terangkum dalam program ini. benar-benar perjuangan.

Menurutku organisasi itu bagus buat aku dan buat kalian juga pastinya. Kenapa? Ya, karena aku sudah merasakan dampaknya. Walaupun harus menyita banyak waktu dan hidup sebagai anak yang sedikit tidak normal dengan banyak aktifitas. Tapi semua yang aku kerjakan di OSIS, secara gak langsung buat aku jadi banyak belajar dari setiap kejadian manusia dari rasa susah, capek, bingung, sakit hati, pertemanan, kekompakan, haru, bangga, dan banyak lagi yang pastinya bakalan NANO NANO dan NYATA banget! :D

Perlu kalian tahu, OSIS SMA itu benar-benar berbeda dengan OSIS SMP. OSIS di sekolahku (SMADA Bondowoso) benar-benar menjadi orang yang berpengaruh dan benar-benar menjadi organisasi tertinggi disekolah, dimana kebijakan semua program ekstrakulikuler berada di bawah pengawasan OSIS, jadi kalau ada ekstrakulikuler menjalankan program tanpa kordinasi dengan OSIS, maka program itu terancam gagal (itu ditahunku, gak tau sekarang, tapi pasti masih gini kok). Dan OSIS di sekolahku benar-benar menjadi PEKERJA KREATIFITAS. Disini kita dibebaskan untuk berkreasi. Dan OSIS disini benar-benar MANDIRI, jadi kerjanya yaa.. bisa dibayangkan sendiri, terkadang untuk menjalankan sebuah program, kita harus lembur seharian, bahkan untuk mencari dana program besar, kita berusaha untuk mencari sendiri walaupun sekolah sudah memberikan dana untuk OSIS. Lalu apa tugas guru? Guru HANYA MENGAWASI KERJA OSIS. Kerja OSIS berat tapi INI KEREN! Percaya deh.. aku aja sampai ketagihan haha.

Menurutku OSIS itu adalah tempat dimana aku berkembang dan berubah menjadi manusia yang lebih  baik dan menjadi tempat dimana aku memupuk KEPERCAYAAN ORANG TERHADAP-KU. Ada satu kalimat yang selalu aku ingat, kalimat dari salah satu kakak OSIS-ku yang sebenarnya kalimat itu adalah kutipan dari ucapan Presiden Amerika John F Kennedy yang mengalami sedikit perubahan, begini kalimat itu berbunyi:

”jangan bertanya apa yang kamu dapat dari OSIS, tapi bertanyalah apa yang sudah kamu berikan untuk OSIS”

Kedewasaan-ku berawal dari sini. OSIS MENGUBAH HIDUPKU  LEBIH BAIK DAN MEMBUATKU BERANI BERMIMPI

Sabtu, 25 Januari 2014

DEWI FORTUNA

Seperti dewi fortuna. Aku berharap menjadi manusia beruntung untuk satu hal ini. Masa depan.

Masa depan menurutku adalah masa dimana aku akan mencari tempat singgah terakhir dari apa yang aku pelajari bertahun-tahun.

Masa depan itu ibarat kanvas dan Pelukis dengan pikiran yang kosong. Dimana kanvas akan tetap putih tanpa arti jika sang pelukis hanya tetap berjibaku dengan kekosongannya dan tidak melakukan apa-apa. Dan jikalau ada yang digambar, lukisan itu akan abstrak dengan makna yang sulit untuk ditebak.

Masa depan itu abstrak. Gak tau ujungnya lancip atau tumpul. Gak tau ujungnya gelap atau terang. Gak tau jalannya berbatu, curam, atau lurus tanpa hambatan.

Masing-masing orang tidak tau kapan masa depannya berujung, tidak tau dimana masa depannya berada. Yang bisa dilakukan hanyalah dengan berusaha melakukan sesuatu yang menyebabkan masa depan itu datang dengan cahaya pengharapan yang baik.

Hidup itu pilihan. Mau memilih jalan yang baik atau buruk, itu yang harus ditentukan oleh masing-masing orang. Hanya saja, terkadang manusia salah memilih.

Hidup itu pilihan. TIDAK atau IYA. Dua jawaban yang mengarah pada sebuah pilihan. Pilihlah yang benar untuk masa depan yang baik.

Masa depan itu adalah jawaban dari kegalauan manusia selama bertahun-tahun tentang jati dirinya.

Jika kamu masih merasa jauh dengan jati dirimu. Cukup datang pada Tuhan dan berucap
"Tuhan. Berilah makna hakiki akan arti kata AKU dalam hidupku yang sesungguhnya"

Tuhan pasti mendengar walaupun terkadang manusia  menunggu lama akan jawaban dari do'a-nya.

Tuhan punya 3 jawaban untuk makhluknya yang sedang menunggu akan masa depannya
1. Ya
2. Tidak sekarang
3. Ada yang lebih baik

Jadi, cobalah untuk mendekap jiwamu dan mintalah pada Tuhan untuk membantu mencari jati diri. Karena bahwasanya, Tuhan tau APA YANG KITA BUTUHKAN, BUKAN APA YANG KITA INGINKAN.

Percayalah.. masa depan itu sudah kita genggam. Hanya saja, bagaimana cara kita terus menggengamnya semakin erat dan mengangkatnya sebagai sebuah kemenangan.

Senin, 13 Januari 2014

SIAPA DIA? (cerpen bersambung "JANJI")

(ini adalah cerpen lanjutan dari cerpen sebelumnya yang berjudul JANJI. tolong di baca dan berikan komentar Anda, terimakasi)

Surat itu, mulai aku baca…

Dear, Jena
                 
                Aku pergi ke Prancis, maaf aku  gak bisa kasi tau kamu, karena ada beberapa alasan yang gak bisa aku jelaskan.         
 Surat ini aku tulis apa adanya, karena aku harus pergi secepatnya. Mungkin, kalau gak ada Elena, aku gak bakalan punya kesempatan untuk menulis surat ini. sampaikan ucapan terimakasihku sama Elena ya..
                Jen.. aku minta maaf. Seharusnya.. perpisahan masa SMA menjadi hari yang menyenangkan buat kita. Tapi.. hari ini, semua itu gak bisa kita rasakan. Kesenangan membaca berita kelulusan, corat-coret seragam, berlarian dikoridor sekolah, dan mungkin akan lebih banyak lagi yang akan kita lakukan sama-sama di hari ini kalau aku gak pergi. Tapi pagi ini, ketika pintu takdir sudah terbuka… semua bayangan kegembiraan sirna… maafkan aku.
                Selamat hari kelulusan ya..? maaf aku gak bisa temani kamu untuk datang dimalam perpisahan SMA kita. Aku tau kamu menunggu momen ini sudah lama, tapi.. kali ini, kita gak bisa datang bersama di acara perpisahan seperti masa SMP dulu. Sekarang.. aku sudah jauh, tapi percayalah, aku tetap dekat bersamamu. 
Aku harap.. kamu bisa baik-baik disana karena aku juga akan baik-baik saja disini. Miranda bersamaku  ke Prancis, kita sekolah ditempat yang sama. 

                Tetaplah tersenyum. Karena akupun juga akan senang disini..
               
                                                                                                                                                               
Sahabatmu,
                                                                                                                                                                                               
Doni

                Suaraku masih parau, mataku masih sembab akibat dari tangisan yang tak kunjung berhenti. Aku baru merasakan arti dari sebuah pengharapan akan cinta dan perpisahan yang menyakitkan. Inilah puncak dimana hati dan pikiranku kacau karena cinta.
Aku kira.. Surat itu adalah surat perpisahan yang akan membuatku menjadi lebih tenang selepas kepergian Doni. Tapi ternyata.. aku salah. Saat ini, aku berada dalam kondisi yang tidak bisa aku jabarkan. Aku berfikir tentang banyak hal. Tentang aku, Doni, dan Miranda. Aku merasakan sakitnya sebuah perasaan yang tak terbalas. Surat ini adalah fakta bahwa Doni tidak mencintaiku. Sangat menyedihkan. Ya.. akulah gadis yang sangat menyedihkan.
 Dengan hati yang masih tak karuan, dan dengan mata yang masih sembab, aku beranjak dari pandangan kaca toilet. Aku tidak mau melihat wajahku yang menyedihkan ini. segera aku pergi. Mambawa kakiku melangkah menuju kursi yang tampak kosong dipinggir lapangan basket.
                “jen.. kamu gak papa kan?” Tanya Elena
                “aku gak papa kok len” jawabku dengan lemas

Akupun terduduk disebuah kursi yang dulu pernah aku dan Doni pakai untuk membaca buku.
               
“cinta itu.. seperti tulisan yang kamu tulis dalam botol bening itu Jen. Gak akan pernah ada yang tau isinya sebelum kamu buka” suara Elena memecah lamunanku
“kamu tau soal itu?” tanyaku heran
“ya.. Doni yang bercerita” jawab Elena
                “terpendam”
                “ya.. terpendam ditempat yang dingin dan sepi” jelas Elena
                “ini salahku?” tanyaku sambil menutup muka
                “nggak Jen.. semua punya alasan. Dan aku yakin, kamu punya alasan kenapa kamu menahan perasaanmu ini”
                “menahan.. menahan sebuah perasaan itu bener-bener gak enak Len”
                “ya.. aku tau itu”
                “seharusnya… aku jujur sama Doni dari dulu, sebelum dia kenal Miranda”
                “semua sudah terjadi Jen.. kita gak bisa memutar waktu”
                “lalu?”
                “kita hanya bisa menunggu jawaban dari tulisan didalam botol itu”
                “kalau ternyata Doni tidak menulis namaku?”
                “tulisan memang bukti dari sebuah fikiran seseorang. Tapi belum tentu tentang hatinya (read:perasaan)” tutur Elena kepadaku.
                “jadi?”
                “jadi, masih ada kemungkinan Doni akan berubah, dan berbalik melihat ketulusanmu. Berdo’a-lah Jen, Tuhan tau apa yang terbaik untukmu dan Doni” Elena berkata sambil ikut hanyut dalam kesedihan
               
Aku merasa sedikit tenang ketika Elena menasihatiku untuk lebih sabar menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dan berbica pada Doni mengenai apa yang aku rasakan.
               
Aku dan Elena kembali menuju kelas. Belum sempat aku melangkah jauh dari kursi. Aku melihat teman-teman berlarian menuju mading didepan ruang Pers.

                “eh… kalian.. cepett… pengumuman kelulusan ni..” kata seorang anak di tengah kerumunan
                “ha? Ayo Len” aku segera menarik tangan Elena dan masuk dalam kerumunan anak SMA yang berusaha untuk melihat pengumuman kelulusan.

                Aku dan Elena berhasil masuk ditengah kerumunan itu. aku mulai mencari namaku dan…

                “WWAAA!!! Aku lulus Len, aku lulus…” jawabku sambil berteriak kegirangan
                “aku juga Jen… wwaaa!! Kita lulus” teriak Elena setelahku

                Aku dan Elena berteriak kegirangan. Kami berpelukan dan sangat senang  ketika membaca pengumuman kelulusan di papan mading sekolah. Aku senang, aku bisa lulus. Senyuman mulai nampak di wajahku. Akan tetapi, seketika senyumanku memudar, aku mengingat sebuah momen di pagi hari beberapa bulan yang lalu. Saat itu, Doni memanggilku dari kejauhan, Dia berlari kearahku dan seketika memegang kedua tanganku seraya berkata, “kamu kok gak semangat Jen? Seharusnya kamu senang, kita berhasil”, begitulah ucapannya saat itu, Dia berkata dengan ekspresi yang masih sangat aku ingat, penuh dengan rasa bahagia yang Ia tampakkan melalui senyumannya yang manis dihadapanku. Saat  itu adalah momen ketika Doni membawa kabar gembira lomba Olimpiade matematika. Saat itu aku melompat kegirangan didepan Doni. Aku masih mengingat senyumannya.  Senyuman yang hanya Dia berikan untukku, karena saat itu Miranda masih belum berada diantara kehidupan kami.
                Setelah puas melihat hasil kelulusan. Mataku langsung mencari nama seseorang. Siapa lagi jika bukan Doni Ardiansyah. Tidak sulit mencari namanya, karena Dia berada di urutan pertama. Aku tersenyum ketika bisa melihat namanya tercantum dalam pengumuman kelulusan. Sempat terlintas dalam ucapan hati “seharusnya… kamu disini, bersamaku melihat pengumuman ini Don”. Aku tertunduk dan air mataku mulai menggenang di atas kelopak mata bagian bawah.
                “Jen.. ayo kembali” kata Elena sambil memegang kedua pundakku
                “iya” jawabku hanya mengangguk pelan.
                Aku dan Elena mulai menghindar dari kerumunan. Kami berjalan menuju ruang kelas. Aku amati setiap sudut sekolah. Oh.. Tuhan, banyak sekali yang sudah aku lakukan bersama Doni disekolah ini, aku tidak bisa melepas pandanganku pada setiap ruangan disekolah ini. semua berkesan untukku. Koridor tempatku berjalan saat ini adalah tempat dimana Doni biasa memanggilku setiap pagi untuk bisa masuk kelas bersama. Aku biasa berjalan bersamanya melewati jalan ini. ya.. jalan ini, jalan yang aku lewati saat ini.
                Tepat berdiri didepan pintu kelas. Aku mulai membuka gagang pintu yang sudah sejak tadi menatapku dari kejauhan. Aku mulai membukanya secara perlahan. Tak ada satu orangpun didalam kelas. Hanya aku dan Elena yang memang baru saja menghampiri kelas ini. Tampaknya teman-temanku sudah berlarian menuju lapangan untuk merayakan hari kelulusan mereka. Kelas ini, sepi sekali… kursi, meja, papan, rasanya akan menjadi sebuah saksi bisu kisahku dimasa SMA. Aku mulai melangkah melewati lorong-lorong diantara meja dan kursi kelas.
                “terlalu banyak kenangan dikelas ini” Elena memecah suasana
                “hmmm.. (aku tersenyum) sangat banyak Len, saat ini, aku bukan hanya merindukan seseorang, tapi aku juga merindukan masa dimana aku tertawa ditengah-tengah teman-temanku, menghabiskan waktu bersama disekolah” jawabku sambil mengarahkan pandanganku pada Elena.
                “bukan hanya sekedar menghabiskan waktu bersama dengan belajar. Tapi lebih dari itu”
                “semua berawal dari sini Len, persahabatan, cinta dan kasih sayang. Bukan hanya untuk Doni, tapi untuk semua orang yang ada dikelas ini” kataku sedikit berkaca

                Ternyata benar sebuah kalimat. sesuatu akan terasa berarti ketika kita tidak lagi memilikinya. Itulah yang aku rasakan saat ini. Ketika Doni masih belum melabuhkan hatinya kepada Miranda, aku tidak ingin mengatakan tentang perasaan ini pada Doni hanya karena aku menganggap bahwa perasaan ini hanyalah nafsu yang akan menjebakku, dan akan merusak hubungan persahabatan antara aku dan Doni. Sampai disaat terakhir aku bertemu dengannya, aku belum bisa mengutarakan perasaan ini karena sebuah alasan yang sama dari sekian banyak wanita diseluruh belahan bumi. Alasan karena aku adalah wanita, aneh rasanya jika aku yang mengutarakan lebih dulu.
 Kisah masa SMA-ku juga begitu, aku kira ini adalah sebuah masa dimana aku hanya bisa merasakan hal yang tidak jauh berbeda dari masa SMP. Kesekolah, belajar, dan bermain. Ternyata… masa SMA berbeda. Disini aku mengenal banyak sekali kedewasaan sikap, bertemu dengan banyak anak yang berbeda pandangan yang akhirnya membuat aku mengerti bahwa didunia ini bukanlah hanya ada satu tipe manusia, tapi di dunia ini banyak sekali tipe manusia dengan pikiran dan keunikan yang berbeda. Di masa ini aku mengenal sebuah kebebasan bersenang-senang layaknya anak remaja, perjuangan, kerja keras dan banyak hal lagi yang membuat aku merindukan menjadi seorang anak sekolah yang memakai baju seragam dan masih bergantung kepada orang tua, anak SMA yang masih bisa bersantai ditengah pelajaran, yang masih bisa tertawa dan merasa tidak bersalah ketika masih belum mengerjakan tugas, telat masuk kelas, melihat film bersama ketika jam kosong, bebas untuk memutar musik kapan saja ketika jam kosong, dan banyak hal lagi yang aku lakukan dimasa SMA ini. semua hal yang menyenangkan yang aku rangkum dalam otak yang akhirnya itu semua akan menjadi sebuah kenangan. Kenangan yang indah yang berasal dari beberapa potongan kejadian manis diantara aku, Dia, dan mereka yang menyatu dalam sebuah kisah di masa putih-abu-abu.
                “GGUBBBRRAAAKKKKK” tiba-tiba ada suara dibalik pintu kelas
                “woy… sapa tu” jawabku sambil berlari diikuti Elena
                “hwaaa… sakit”
Ternyata, si Beni. Anak gendut yang jail haha.. dia jatuh.
                “hwahahahaha…. Makanya kalau jalan liat-liat” sindir Elena
                “ayo aku tolongin” ucapku sambil mengulurkan tangan..
Tapi… tiba-tiba..
                “SSSRRRROOOOTTTTTT….!!
                “hwwwaaaaa bajuku… dasar Beni!! Kamu jail banget seh!!”
                “Ben… rasain ni..” Elena mengeluarkan pilox dari tasnya..
                “EEELLLEENNNN” tampak Beni kesal
                “hahahahaha” kami tertawa..
                Aku tertawa melihat tingkah Elena dan Beni. Akhirnya.. aku juga mengeluarkan pilox dari tasku. Aku dan Elena berlari mengejar Beni ke lapangan. Ternyata, dilapangan sudah penuh dengan teman-teman yang siap dengan alat penyemprot masing-masing.
                “hai.. jen, aku boleh minta tanda tanganmu” tanya seorang teman kepadaku
                “oke boleh, aku juga minta ya..”
                “sip deh!”
                Hari ini, aku mencoba untuk sejenak menikmati sesuatu yang harusnya memang aku nikmati. Pagi ini, aku berada ditengah-tengah manusia berpakai putih abu-abu yang sebentar lagi akan menjadi baju penuh dengan tulisan dan coretan penuh makna. Aku menatap teman-temanku yang sedang asik dengan kegembiraan mereka masing-masing. Aku berfikir “tak apalah tak ada kamu, yang terpenting teman-temanku masih berada disini untuk aku jadikan sebuah alasan senyum bahagiaku hari ini”

Bajuku tercoret dengan tanda tangan dan tulisan yang berwarna-warni. Disetiap sudut lapangan sudah ada banyak anak yang siap untuk menyemprot baju anak lain dengan pilox mereka masing-masing. Kamera banyak beredar. Banyak yang mengabadikan momen ini. Seketika aku sadar. Ini adalah masa dimana aku akan melepas masa remajaku dan berlari lebih kecang lagi untuk menjemput masa depan. Ini adalah hari dimana aku akan berhenti merengek dan bertingkah seperti anak-anak. Dunia akan memutar balikkan kehidupanku layaknya roda, kali ini benar-benar roda kehidupan. Keluar dari zona aman seorang gadis SMA.


Aku pulang. Hariku tak sepenuhnya menjadi hari yang pilu berkat teman-teman yang memberikan kesan istimewa di akhir masa SMA. Akupun menggantung baju SMA-ku yang penuh dengan coretan di lemari. Aku menatapnya tajam dan berfikir.

“3 tahun lalu aku beranjak menjadi seorang anak SMA yang begitu cupu dengan baju MOS yang bodoh. Sebulan menjadi anak SMA adalah bulan dimana aku lebih banyak berbicara akan kehebatan sekolahku kepada teman-teman SMP. Berbagi kisah akan kehidupan awal masa SMA yang begitu asing, MOS yang terkadang memalukan, atau sekedar berbicara tentang kakak senior yang populer. Setahun terlewati, aku mungkin sudah terbiasa dengan lingkungan anak SMA. Diawal kisah inilah aku mulai mencari maksud dari kalimat masa SMA adalah masa yang indah. Setahun belum aku dapatkan, dua tahun masih kurang untuk memaknai kalimat itu. tapi untuk sekarang, aku bisa memaknainya. Kisah itu seperti baju yang sekarang aku lihat. Awalnya baju itu putih yang berarti belum bisa memaknai-nya, namun di akhir perjalanannya, baju ini memiliki banyak sekali warna, yang berarti mulai bisa memaknai dan menyadarkan diri jikalau coretan itu adalah saksi bahwa selama 3 tahun ini banyak orang yang sudah mewarnai kehudupanku”.

Perjalanan yang indah. Tapi menjadi sedikit ada awan hitam ketika aku tak bisa jujur akan perasaan-ku kepada Doni. Elena memintaku untuk menunggu dan sabar. Apakah itu adalah tindakan yang benar?. Menunggu hal yang tidak pasti dengan pengharapan yang mungkin akan menjadi sampah kepiluan. Entahlah.. aku rasa ini adalah cinta yang rumit.


2 bulan kemudian

“baik, hari ini kita akan belajar mengenai Ekonomi Makro” ucap seorang dosen

Ini adalah perjalananku yang baru didunia yang baru. Aku sadar, dunia ini luas dan harus aku taklukan. Mungkin kemarin aku adalah gadis cengeng yang menunggu cintanya untuk kembali. Namun hari demi hari aku mulai membenahi diri. Percaya jika aku harus bangkit mengejar mimpiku. Kehidupan masa dewasaku berawal disini, dan akan berakhir dimana? Aku-pun tak tau, sama seperti penantianku padanya, sang penakluk hati.

Aku mulai menjadi mahasiswi disebuah universitas terkemuka. Universitas Indonesia. dengan jurusan Ekonomi. Jurusan yang memang aku inginkan sejak dulu, menjadi ahli ekonomi untuk memajukan bangsa ini untuk lari dari belenggu permasalahan rumit perekinomian dunia. Dikehidupanku kali ini, aku masih bersama teman sebangkuku, Elena. kita memang memiliki keinginan yang sama sejak pertama kami mulai bercerita mengenai mimpi dan cita-cita kita.


6 bulan kemudian di kampus UI

“jen.. cepet kesini” teriaknya didepan mading sekolah
“apa Len?” bertanya sambil memegang buku ekonomi yang tebal
“ada pertukaran Mahasiswa ke Prancis” katanya kegirangan
“owh..” jawabku
“loh.. kok gak semangat Jen? Bukannya ini bagus?”
“udahlah gak penting”
“tapi Doni disana Jen, kamu bisa kesana” katanya dengan  bingung

Akupun menghela napas panjang dan berkata dengan pelan kepada sobatku ini
“Len.. kita baru beberapa bulan disini. Aku juga sudah sedikit terbiasa gak ada Doni, suatu saat nanti kalau aku sudah bisa membuktikan kesuksesanku. Aku yakin Tuhan akan mempertemukan kita”

Elena hanya bisa terdiam dan pasrah mendengar apa yang aku ucapkan. Kami-pun kembali berjalan menuju perpustakaan. Aku dan Elena seperti biasa memilih tempat duduk yang strategis diantara deretan buku filsafat pojok sebelah kiri. Tiba-tiba..

“permisi, boleh aku duduk?” terdengar suara dari seorang laki-laki perawakan tinggi dengan jaket hitamnya membawa buku kedokteran.
“boleh.. boleh..” jawab Elena sambil tersenyum kagum padanya

Siapa laki-laki ini?. Tiba-tiba memilih tempat duduk di meja yang aku dan Elena tempati, padahal didepan masih banyak sekali bangku yang kosong. Tapi, yasudahlah, anak laki-laki ini juga datang untuk belajar dan dia juga berhak untuk duduk dimana saja yang dia mau.
Elena sedari tadi memandangi lelaki itu dengan pandangan yang aneh. Terkadang Dia berubah menjadi gadis aneh ketika melihat laki-laki tampan dihadapannya. Dasar wanita.

“Len.. ayo kembali kita ada kelas kan?” tanyaku sambil beranjak dari kursi
“ha? Gak ada kok..” jawabnya Elena sedikit protes
“Len, apa aku harus kasi jadwalnya sekarang?” mukaku mulai menampakan ancaman dengan ekspresi aneh
“iya.. iyaaa..” jawabnya pasrah dan ikut beranjak dari kursi

Selagkah menghindar

“hey tunggu..” laki-laki itu memanggil kami
“ada apa?” jawabku sedikit cuek
“dari tadi kita duduk ditempat yang sama tapi masih belum sempat berkenalan kan?” berucap dengan senyuman dan mengulurkan tangannya seraya berkata “namaku Rendy anak fakultas Kedokteran”
Tanpa berfikir panjang, Elena langsung mengulurkan tangannya lebih dulu
“Aku Elena” jawabnya dengan senyuman mautnya

Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah bodoh Elena.

“namaku Jena, kami berdua…”
“anak fakultas Ekonomi, benar?” tebaknya mendahului kalimatku
“iya.. kok tau?” sergah Elena
“karena sedari tadi aku melihat kalian membaca buku ekonomi, hehe” jawabnya dengan gaya yang keren

Akupun membalas kalimatnya yang sedikit bodoh dengan jawaban tebakannya tadi.

“aku juga tau kamu anak kedokteran lewat buku yang sudah dari tadi kamu pampang” tantangku sambil melihat sedikit pada buku yang dibacanya
“heheh benar juga, senang bertemu kalian, semoga masih ada besok untuk kita ketemu” ucap katanya dengan senyuman yang tampaknya mirip dengan senyuman seseorang yang pernah aku kenal. Siapa ?

Pertemuan dengan anak fakultas kedokteran. Pertemuan yang membuat Elena menjadi manusia aneh hari ini.  Aku tidak pernah melihatnya seperti ini. aku sedikit merasakan hal aneh dengan pertemuan ini. apakah ini hanya perasaanku saja atau.. entahlah, mungkin ini hanya firasatku saja.


“jen,, ke café yuk?” ajak Elena
“uangku…”
“udaah.. aku yang traktir” tawaran yang datang dengan tiba-tiba
“oke!”

Siang itu aku dan Elena beranjak dari kampus dan keluar untuk mencari suasana baru ditengah kerumunan manusia kota metropolitan. Sedikit menjejaki kota dengan menikmati suasana siang yang panas di sebuah café. Sepintas aku teringat akan kebiasaanku dulu dengan Doni. Sewaktu liburan semester,  Aku dan Doni hobi sekali membicarakan hal-hal lucu disebuah café. Menu makanan kita selalu sama. Waffle ice cream. Karena kita sering bersama, mungkin sugesti kebersamaan itulah yang membawa kita mempunya kesukaan yang sama.  

“hey.. kita bertemu lagi”
Aku dan Elena spontan mengarah pada samping kanan meja
“haii.. Ren, ayoo duduk” sapa Elena

Aku sedikit tak nyaman dengan kedatangan laki-laki ini. pertemuan kami yang kedua disebuah café memberikan kesempatan bagi kami untuk bertukar banyak hal. Karena di café lebih bebas untuk bersuara dibandingkan di perpustakaan.

“mau pesan apa mas, bak?” terdengar suara pelayan
“waffle ice cream” jawabku dan Rendy bersamaan
Aku dan Rendy saling bertatapan, sedangkan Elena sedikit bingung hingga akhirnya dia juga memilih untuk memesan waffle.

Aku bersuara dalam hati “waffle? Itu adalah pesanan yang biasa aku pesan bersama Doni. Kenapa bisa jadi kebetulan begini?”.

“hey! Hey! Hey! Jeennn??” suara dan lambayan tangan Rendy menyadarkan-ku dari lamunan
“eh? Apa?” jawabku sedikit terbata-bata
“kamu tu lo dari tadi ngelamun aja.. ngomng dong, kamu kurang sehat Jen?” Tanya Elena padaku
“nggak-nggak.. Cuma.. yaa.. udah gak papa kok” kataku sedikit tak meyakinkan. wajah mereka berdua masih menatapku dengan ekspresi yang aneh.

Perbincangan dari seorang teman lama, dan seorang teman baru. Perbincangan dibalik terik matahari yang serasa renyah dan sejuk dengan baluran waffle icecream yang mengguyur lidah dan membasahi kerongkongan yang sedari tadi sudah kekeringan. Perbincangan kali ini membuat kami lebih dekat, tertawa akan hal bodoh Elena, dan pengalaman Rendy saat praktek kedokteran yang ternyata begitu aneh, hingga tak terasa matahari sudah mulai berpindah menyonsong sore hari.

Sehabis dari perbincangan itu, aku kembali kerumah. Membaringkan badan diatas kasur dan merogoh foto disamping tempat tidur. Fotoku dan Doni. Aku sedikit berbicara pada foto itu “Don.. bagaimana kabarmu di negeri orang? Apakah kamu benar-benar akan kembali?. Hari ini aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sedikit mirip dengan-mu”


Keesokan harinya…

Pagi ini aku sedikit merasa aneh. Ada sesuatu yang sepertinya menjadi pertanyaan besar. Aku berangkat ke kampus tanpa Elena. Dia akan sedikit terlambat karena ada yang harus Dia urus. Aku melangkah dengan tatapan yang sedikit kosong dan melamun. Melamunkan Doni dan Rendy, laki-laki yang sudah lama aku kenal dan lelaki yang misterius itu.
“Hey Jennn!” suara seorang laki-laki dan menepuk pundakku
Langkahku terhenti dan..
“DONI!”
“Doni? Aku Rendy” jawab Rendy sedikit bingung
“owh.. maaf-maaf aku kira kamu Doni” kataku sedikit beralasan
“Doni ?” Tanya Rendy masih terlihat bingung
“haha, udah gak usah dibahas, Cuma salah nama kan?” jawabku sekenanya
Akhirnya, aku berpisah dengan Doni di lobby kampus. Dia hanya datang untuk menyapaku. Maklum jika seorang teman menyapa, sedikit memberikan senyuman di pagi hari yang cerah ini. Aku sadar, jika akhir-akhir ini aku mulai menerimanya sebagai seorang teman. Teman laki-laki pengganti ketidakadaan Doni di hadapanku saat ini.

Siang hari. Elena ternyata tidak bisa hadir di kampus hari ini, alhasil hari ini aku berkumpul dengan teman-teman Ekonomi lainnya, sekedar meluangkan waktu untuk belajar bersama disela-sela jam kosong. Tiba-tiba siang menjadi kelabu dengan datangnya awan hitam yang menghalangi cahaya matahari, sepertinya hujan akan turun.

Benar saja tebakanku, siang ini hujan mengguyur kota.  Aku berjalan ke areal depan kampus sendirian, menunggu akan ada angkutan umum yang bisa membawaku menyelamatkan diri dari air yang siap membasahi badan ini. terlintas dari pikiran akan bayang-bayang Doni dengan vespa merahnya melintas di hadapanku dan mengajakku untuk pulang bersama seperti hari itu. Tapi.. aku tau semua itu tidak akan terulang, tidak akan terulang seperti dulu lagi karena Dia sudah tak disini bersamaku. Kenapa perasaan ini masih tetap ada walaupun aku tidak pernah mendengar suaranya atau bahkan melihat sosoknya berdiri dihadapanku? Sekuat inikah cinta? Hingga membuat orang yang menderitanya begitu antusias untuk berimajinas tentang apa yang di rasa hati walau sang harapan jauh disana.

“JENA? Ayo naik” ada suara yang menyadarkanku
“Rendy? Kenapa?” tanyaku. Suara Rendy sedikit tak terdengar akibat suara hujan yang begitu keras. Tapi.. aku merasa ada sebuah kesamaan, Vespa merah itu…
“Jen.. ayo! Ini hujan, kamu ikut aku, ada mantel” katanya sambil berteriak
“iya.. iya..” aku berlari menuju sepedanya dan tanpa berpikir lagi aku ikuti Rendy. Siang ini Dia mengantarkanku pulang

Sepanjang perjalan, Aku hanya bisa terdiam. Hujan ini, hujan yang menjadi cover dibalik kenanganku bersama Doni dulu, diatas vespa merah Doni aku tertawa bersamanya, hujan menjadi hal yang menyenangkan saat itu. “kenangan masa SMA yang indah” seruku dalam hati. Namun sangat berbeda untuk kali ini, aku memang berada diatas kendaraan yang hampir sama, vespa merah. Namun dengan orang yang berbeda, itulah alasan mengapa aku hanya bisa terdiam dibalik mantel, terdiam dengan lamunan yang diiringi hujan dan gemuruh suara kendaraan bermotor yang lalu-lalang. Aku sadar, jika manusia yang ada dihadapanku saat ini bukanlah Doni.

Sesampainya dirumah, aku mengajaknya masuk karena hujan masih membabi buta dengan suara petir yang menyambar. Di rumah aku tinggal sendirian, karena orang tua masih bekerja di luar kota.

“ini handuk” ucapku kepada rendy sambil menyodorkan sebuah handuk berwarna biru
“makasi, oya.. ini sahabatmu kan? Tanyanya sambil melihat ke ujung meja dimana fotoku dan Doni terpampang
“yaa.. dari mana…?”
“aura dari foto ini yang mengatakan kalian begitu dekat” jawabnya memotong kalimatku
“aku sudah dekat dengannya semenjak kecil, namanya Doni”
“sekarang Doni masih..?”
“nggak Dia pergi untuk beberapa tahun sekolah di Prancis” ganti aku yang memotong kalimat Rendy
“kamu suka sama Doni?”
“ahh.. gak tau, itu biarkan hanya aku yang tau” jawabku sedikit canggung

Doni tidak membalas perkataanku, Dia hanya tersenyum di balik kalimat yang aku utarakan. Sepertinya Rendy tau sesuatu, benarkah? Pikiranku sedikit membaca.

Aku berdiri dan menatap hujan dari balik kaca jendela.

“kamu percaya jodoh?” tiba-tiba Rendy bertanya disela lamunku
“jodoh? Kenapa kamu..?” pertanyaan yang sama dengan apa yang di utarakan Doni setahun lalu dibalik gemuruh hujan pinggir danau, sedikit ada yang terlintas dari pikiranku tapi aku enyahkan seketika dan melanjutkan kalimatku, “aku percaya, sangat percaya jika manusia ditakdirkan untuk berpasangan, kamu?” tanyaku kepada Rendy
“sama, aku juga. Tapi.. aku tetap bertanya-tanya, apakah Dia sudah dekat? Atau jauh?”
“iya juga ya, apa aku sudah pernah melihatnya? Hha” balasku, sambil menyentuh kaca yang berlumur air hujan
“mungkin, kamu sudah melihatnya, tapi kamu masih belum bisa membacanya dengan jelas. Hanya bisa melihat tanpa masuk kedalam perasaannya. Terkadang, memendam itu tidak baik. Seperti pesan didalam botol, tidak akan ada yang tau jika tidak membuka botolnya” jawab Rendy sambil tersenyum dan menatapku dari sofa
“a.. terpendam? Botol?” jawabku sambil berbalik dan menatap Rendy tajam
“ada apa?” Rendy keheranan
“tti .. tidak..” aku gugup, berbalik dan kembali menatap hujan

Dibalik hujan aku merenungkan sesuatu. Aku bepikir, apa yang dimaksud Rendy? Apakah Rendy tau sesuatu? Kenapa Dia tau tentang botol yang terpendam?. Ataukah Rendy memang tidak tau sesuatu tentangku? Dan botol yang terpendam itu hanya sebatas pesan yang memang selalu dipakai orang untuk memaknai sebuah cinta yang terpendam?. Ada banyak pertanyaan dalam benakku mengenai laki-laki misterius ini. tingkahnya membuatku penasaran, ada beberapa hal yang membuatku berpikir, Dia hampir sama dengan Doni. Makanan kesukaan yang sama, tingkah yang sama, ucapan, vespa itu, terkadang, Rendy memang melakukan hal yang terasa sama dengan apa yang dilakukan Doni dulu. Laki-laki misterius ini, kenapa Dia datang ditengah ketidak hadiran Doni? Pertemuan ini membuatku memikirkan banyak pertanyaan tentangnya. Tentang laki-laki misterius bernama Rendy.


Bersambung..