Menuju malam yang sunyi mata ini
masih kuat untuk menulis paragraf yang akan lumayan banyak malam ini. Buku
berjudul “negeri 5 menara” aku letakkan sejenak di atas meja kerja. Meja dimana
aku biasa menulis dan membaca buku dengan tenang. Menghentikan aktifitas
membaca hanya untuk berbagi kisah perjalananku di tahun 2013 yang luar biasa.
Kenapa luar biasa ? karena aku benar-benar menemukan arti dari banyak hal yang
mendekat padaku, lebih bisa berprasangka baik kepada Tuhan akan takdir yang
datang bertubi-tubi dan cukup berat ditahun ini.
“selamat datang 2013, aku harap
13 bukan angka yang buruk. Tuhan, mudahkan aku untuk mengemban amanah besar
ditahun ini”
Itulah kalimat yang aku ucapkan
ditengah riuh manusia malam penuh gemerlap cahaya kembang api. hari itu hari
pertama di tahun 2013. Aku memberikan hadiah untuk diriku sendiri untuk
mengawali tahun ini dengan menikmati hiburan malam di tengah kota bersama
beberapa teman (read:sita, sista,cintika,ila,fera). Hadiah untuk diriku sendiri
yang sudah berhasil membuat aku menjadi manusia yang berbeda dimalam itu.
jujur, aku belum pernah menikmati malam tahun baru seperti ini. masih kaku akan
pergaulan malam hehe. Aku menunggu waktu tengah malam dengan menikmati hiburan
yang sudah ada di depan mata. Hiburan yang berhasil menghipnotis banyak orang
untuk berjoget ditengah lapang tanpa berfikir kanan kirinya laki-laki atau
perempuan, semua membaur menjadi satu, aku berfikir “tidak baik jika bukan
muhrim menari ditengah malam di tempat umum seperti ini”. pikiran itulah yang
mengurungkan niatku untuk ikut bersuka cita di tengah lapangan, aku mundur
menepi bersama salah satu temanku, menghindar dari manusia –manusia malam yang
menggila. aku mencoba menghibur diri malam itu, karena aku tau, tahun 2013 akan
menjadi tahun yang berat, maka dari itu aku berusaha untuk membuang jauh-jauh
pandangan buruk di tahun ini, terutama untuk angka “13” yang katanya angka
sial. Aku benar-benar ingin mengubah angka itu menjadi angka “7” angka
keberuntunganku. "3…2…1.." hitungan untuk menyalakan kembang api sudah menggema
ditengah lapangan kota. Itu artinya, tahun baru hanya tinggal hitungan detik
saja. 3 detik kemudian, cahaya indah dengan suara khas kembang api berpendar di
tengah langit malam, memecah pandangan manusia-manusia di lapangan ke atas
langit. Sorak-sorai terdengar penuh bahagia. Aku tak ikut bersorak, aku berdoa,
berdoa untuk diriku sendiri dan orang-orang yang aku sayangi. “bismillah, kamu
bisa ris” begitu aku ucap pada diri sendiri. Bersamaan ketika aku berdoa,
temanku yang memiliki misi sama denganku di tahun ini berkata “ris.. kita
bejuang untuk MAGENDA ya.. bismillah ris”. Aku tersenyum membalas perkataannya,
disitulah aku menyadari, aku
tidak perlu takut untuk menghadapi tahun ini karena teman-temanku siap menjadi
tempatku bersandar dikala anggota badan ini tak sanggup untuk berdiri.
Malam tahun baru terlewati dengan
sempurna. Liburan akhir semester pertama akan segera berakhir ketika itu.
liburan yang sama sekali tidak pantas untuk aku sebut liburan. Setiap hari badan
ini melangkah menuju bangunan dimana biasa aku belajar, mata ini selalu
menemukan objek yang sama setiap harinya. Gerbang sekolah siap menyambutku
setiap pagi. Abang penjaga sekolah rasanya tidak heran lagi jika melihatku
mondar-mandir di sekolah waktu libur. Kasian aku membayangkan diri ini ketika
itu.
Hari pertamaku masuk sekolah.
Semester 2 kelas XI sudah siap menunggu untuk aku taklukkan. Walaupun aku ragu
untuk bisa menaklukkan semester ini.
“riss.. smskan anak-anak ya? Kita
rapat untuk acara besar kita” ucap Bos dari organisasi-ku
“OKE!”
Beginilah tugasku. Sering
memberikan kabar kepada teman-teman OSIS jika ada rapat. Tak salah jika aku
yang memberikan kabar kepada mereka, karena selain sebagai pengurus aku juga
menjabat sebagai Ketua Pelaksana acara 2 tahunan. Yang konon acara ini adalah
acara terbesar yang pernah diadakan oleh SMA di Bondowoso. Tak habis fikir aku
jadinya, kenapa Allah menakdirkan ini untukku tapi yang jelas aku belajar
banyak hal dari kalimat ini “ketika Tuhan sudah memberikan tanggung
jawab, sebesar apapun tanggung jawab itu, Tuhan sudah memperhitungkannya sesuai
dengan kemampuan umatnya”. Kalimat ini aku kutip dari buku kesayangan
yang aku sebut sebagai buku sepanjang masa, yakni “LA-TAHZAN”. Tak rugi rasanya
aku membeli buku ini, benar-benar buku yang inspiratif.
Hari demi hari aku jalani dengan
semangat. Semakin hari aku semakin khusyuk berdoa kepada Tuhan, karena aku ingin
hati dan fikiranku tetap tenang di bawah rasa kalut yang tak jarang menghampiri
secara tiba-tiba bagaikan awan kulumbus hitam yang siap memancarkan petir dan
badai. Hampir setiap pulang sekolah aku rapat bersama teman-teman OSIS di
markas kami. Ketika itu, kami sepakat untuk mengadakan acara MAGENDA 6 pada
tanggal 9 Maret 2013. Kesepakatan yang kami tandai dengan melingkarnya coretan
spidol hitam diatas kalender berangka 9 bulan 3 tahun 2013. Dengan ucapan
bismillah kami memulai misi ini.
Tak sampai ditengah perjuangan
acara besar ini aku mendapatkan tamparan keras. Aku rasa bukan hanya aku, akan
tetapi teman-temanku juga pasti merasakan hal yang sama.
“acara MAGENDA tidak bisa
dilaksanakan”
Tidak bisa dilaksanakan. Kata
“tidak” memberikan arti yang sulit untuk di terjang. Rasanya tidak mungkin lagi
untuk meneruskan misi ini di tanggal 9 maret. Terjadilah pengunduran acara. Ini
adalah kegagalanku yang pertama. Kegagalan yang benar-benar ceroboh karena
bertepatan dengan pemilihan umum Bupati kota Bondowoso. Sekolah tidak
mendapatkan izin untuk melaksanakan acara ini, karena polisi sudah menerima
surat resmi dari Bupati untuk mensterilkan setiap acara yang mengundang masa.
Saat itu aku mencoba untuk tenang, walaupun aku tau pasti akan ada banyak orang
yang membicarakan perihal ini dibelakang.
“teman-teman.. kita rapat
sepulang sekolah. Jangan sampai ada yang gak hadir. Wajib datang, aku tunggu di
markas osis. Ada masalah. Tertanda Ketupel MAGENDA”
Kurang lebih begitulah kalimat
yang aku ketik di handphone hitam kesayanganku untuk teman-teman OSIS.
Ketika siang datang, aku sudah
siap dengan alat tulis dan buku note berwarna cokelat. Menunggu teman-teman di
markas OSIS dengan penuh pengharapan mereka akan datang dengan lengkap tanpa
ada yang izin untuk sebuah perihal yang lain. Beberapa menit berlalu, ketika
itu pengharapanku tak terbalaskan, melihat banyak sudut yang kosong di markas
ini aku menjadi sedikit kecewa “kenapa mereka datang tidak lengkap?”. Aku
mencoba untuk sabar mengahadapi ini dengan terus berprasangka baik, mungkin
teman-temanku sedang ada keperluan yang memang tidak bisa mereka tinggalkan,
setidaknya.. masih ada beberapa orang yang siap mendengarkan keluh kesahku akan
masalah yang datang.
Jika hanya sekali tak ada hasil.
Begitulah yang terjadi dengan sebuah keputusan yang kami ambil untuk MAGENDA
saat itu. Hingga 2 minggu berlalu aku dan teman-teman masih belum bisa
menemukan tanggal yang pasti sebagai pengganti tanggal 9 Maret. Waktu terus
berjalan hingga Tuhan membantu untuk memberikan jawaban. Akhirnya.. MAGENDA
diundur hingga tanggal 20 April, sebulan setelah tanggal 9 Maret. Panitia-pun
segera mengumpulkan perwakilan kelas dan memberikan pengumuman atas pengunduran
ini. Hatiku sedikit lega, namun aku juga tau jika perjuangan akan dimulai lagi
dari nol.
Kelas-kelas sangat menyambut baik
adanya acara MAGENDA. Saat itu aku berharap, tak adalagi pengunduran acara
untuk ke-2 bahkan ke-3 kalinya.
Tak hanya urusan organisasi yang
aku fikirkan. Namun di tahun 2013 ini aku juga sibuk untuk mempersiapkan
olimpiade Ekonomi yang sudah ada didepan mata. Di bulan Maret aku akan melawan
soal-soal olimpiade bersama teman-teman yang lain (read: resky,alif,ocha,dek
puspa).
Perjuangan di bulan Maret mulai
bergejolak. Semakin hari badanku semakin remuk, akibat beban fikiran. Aku sadar kalau MAGENDA adalah tanggung jawab yang
menyangkut banyak orang bahkan seluruh anak di sekolah, dan olimpiadeku,
lomba yang aku tunggu selama satu tahun, aku sadar aku tidak boleh gagalkan
kedua-duanya. Inilah yang memberatkanku, mempertahankan keduanya disela
waktu dan masalah yang tak kunjung ada akhirnya. Namun aku masih percaya “la takhaf wa la tahzan innalla haa ma’ana
(jangan takut dan jangan bersedih karena Tuhan bersamamu)”. Kalimat ini
yang membuat aku menjatuhkan air mata disudut masjid sekolah setiap sore, saat
itu memang tidak ada orang lain yang
tau, karena aku berfikir, biarlah hanya aku dan Tuhan saja yang tau akan kesedihan yang berlarut ini.
Olimpiade dimulai. Aku berangkat
bersama dengan rombongan teman-teman grup olimpiade yang lain. Aku merasa
bangga sekali jika berkumpul dengan mereka, para anak pilihan yang dipercaya
untuk menjalankan amanah sekolah dibidang akademik. Bismillah aku memulai
mengerjakan soal demi soal. Saat itu aku tidak berambisi untuk menang, karena
menurutku ambisi hanya akan mendatangkan kedengkian dan rasa benci terhadap
diri sendiri bahkan orang lain.
Satu beban terlewatkan. Aku masih
ingat, kesokan harinya (sehari setelah lomba) adalah hari jumat. Pengumuman
olimpiade dibacakan. Hatiku sudah tak karuan. Aku mulai mencium aroma kegagalan
disekitar tempat dimana aku berdiri.
“maaf nak.. kamu tidak lolos”
Kalimat yang membuat aku
membendung air mata, tangan kananku spontan aku letakkan di depan hasduk yang
aku pakai. Beberapa detik kemudian kedua tanganku meraih tangan kedua guru
ekonomiku, aku mencium tangan mereka sebagai tanda terimakasih atas didikannya
selama ini. aku keluar dari ruang guru, dan mencoba untuk menenangkan diri. Aku
merasa tuli ketika itu, aku merasa aku tidak sedang berjalan namun sedang
melayang bersama dengan kegagalan. Aku melihat kedua sahabat karibku menunggu
diluar dengan pengharapan yang besar. Mereka berbicara padaku, menanyakan apa
yang terjadi, tapi sungguh aku tidak bisa mendengar apa yang mereka ucapkan,
aku tau lisanku tak sejalan dengan kalimat tanya yang mereka lontarkan padaku.
Aku berjalan dengan cepat
“riska tenang.. tenang… tenang..
astaghfirullah, astaghfirullah” itulah yang aku ucap dalam hati
Ini adalah kegagalan ke-dua ku.
Aku merasa sangat kecewa. Lomba yang aku tunggu selama 1 tahun lenyap begitu
saja. Jauh dari pandangan mata. Gagal dengan 1 peringkat dibawah juara 3 (read:peringkat4). Ingat
dengan kalimat seorang teman (read:rani) “kak, semua sudah ada yang ngatur,
pasti ada yang lebih baik” begitu ucapnya.
Aku berjalan seraya menenangkan
diri. Aku ber-istighfar dalam hati. Aku mencoba meyakinkan diri sendiri jika
ini adalah jalan yang terbaik. Akupun menuju
Masjid yang sudah sedari tadi menunggu kedatanganku untuk mengadu. Aku sholat
dhuha.
Selepas sholat dhuha aku berdoa,
aku mencoba untuk mengosongkan semua hal, aku mencoba untuk berbicara kepada
Tuhan. Pagi itu di hari yang mulia, hari jum’at aku berdoa di balik mukena dalam masjid
“ya Allah ya Tuhanku.. hamba tau ini jalan yang terbaik. Tapi hamba
juga tau, ini jalan yang sangat sulit untuk hamba terima. Ya Allah, tidak
apa-apa hamba tidak apa-apa, hamba tau saat ini kau mengulang-ulang kata
La-tahzan riska La-tahzan (jangan menangis riska, jangan menangis), tapi Tuhan
biarkan hamba menangis sekencang-kencangnya dalam hati untuk saat ini. dua hal
yang hamba minta darimu saat ini ya Allah, pertama jauhkanlah hamba dari rasa
dengki yang pastinya akan menjadi penyakit hati, yang ke-dua
bantulah hamba untuk menata hati ini demi kehidupan yang lebih baik karena
hamba tau ya Allah kegagalan ini tidak boleh menyurutkan semangat hamba untuk
menjalankan misi MAGENDA.”.
Aku mentup doa dengan kata aamiin
sambil menempelkan kedua telapak tangan ke seluruh wajah yang sudah basah dengan air
mata.
Hari itu, aku masih berusaha
menguatkan diri. Aku mencoba menata diri, karena sepulang sekolah, kawan- kawan pers menunggu untuk pembuatan mading mingguan.
“ris.. tugasmu cari anak
disekolah ini yang masih belum pulang, kamu wawancarai mengenai arti dari kata
sukses. OKE?”
Tema pers hari itu
benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang aku rasakan. Akupun mengiyakan
tugas dari temanku yang saat itu mejadi pemimpin redaksi pers sekolah (read:ewik).
Aku berjalan sambil membawa secarik kertas dan bolpoin. Langsung saja aku
menuju masjid dan bertemu dengan 2 orang teman laki-laki. Awalnya mereka tidak
ingin aku wawancarai, tapi setelah aku bujuk, mereka bersedia untuk aku
wawancara. Pertanyaan demi pertanyaan berhasil mereka jawab dengan baik. Tapi
berselang beberapa menit mereka berhasil membaca kegalauanku. Mereka tau aku
sedang dilanda masalah, hingga tanpa sadar aku menangis didepan mereka. Malu
jika aku harus mengingat itu semua, mungkin mereka menertawakan kecengenganku
saat itu. Pertemuan dengan mereka membuat aku memiliki semangat baru, aku masih
ingat beberapa kalimat dari kedua sahabat-ku ini;
“sukses itu tanpa batas, jadi
kejar kesuksesan itu sampai dapat”
“kalau gagal bukan berarti kamu
bodoh. Kegagalan awal dari sukses, kalau sekarang kamu gagal. Tuhan sudah
persiapkan yang lebih suatu hari nanti”
Itulah yang mereka ucapkan di
siang hari itu, di bawah atap masjid. Terimakasih teman (read:aghet,afif)
Ketika teman-temanku menguatkan.
Aku selalu menganggap mereka itu sebagai sarana Tuhan untuk menyampaikan apa
yang ingin Tuhan sampaikan kepadaku. Aku tau aku bukan Nabi atau orang suci
yang bisa bertemu dengan Tuhan secara
langsung. Maka dari itu, siapapun yang memeberiku semangat ketika aku jatuh,
aku anggap perkataan mereka sebagai pesan dari Tuhan untukku.
Hari demi hari, keadaanku semakin
membaik. Aku bersyukur. Tapi.. datang lagi masalah. Temanku bagian humas
MAGENDA membawa kabar buruk.
“kita gak dapat izin, mereka
bilang kalau tanggal itu masih rawan kerusuhan akbiat pemilu”
MAGENDA kembali terancam. Kali
ini aku tidak main-main, aku benar-benar geram pada diri sendiri dan pada
aparat yang mengurus izin. Aku fikir, apa susahnya memberikan izin, toh kami
sebagai panitia juga sudah memperkirakan kerusuhan yang ada di Bondowoso tak
akan seperti di kota besar layaknya Surabaya atau Jakarta. Kekuasaan seorang
anak SMA selalu kalah dimata para aparat. Aku dan teman-teman sepakat untuk
meminta bantuan dari seseorang yang lebih tua dan bisa memberikan kami
kemudahan untuk acara ini. Tapi.. percuma, semua tidak bisa diselamatkan.
Rapat kembali digelar. Untuk
penentuan tanggal ke-3 kalinya. Panitia sepakat MAGENDA diadakan pada tanggal
16 Juni. Namun apa yang terjadi ? hal yang sama menimpa. Sama seperti
sebelumnya, MAGENDA gagal dilaksanakan pada bulan Juni dengan alasan perijinan
yang sulit. Ini adalah kegagalanku yang
ke tiga.
Pikiranku benar-benar kalut saat
itu. kegagalan MAGENDA di tanggal 16 Juni dan satu hal lagi, kegagalan lomba
Akuntansi di Jember yang sudah nyaris membawa kelompokku pulang dengan membawa piala. Untuk kesekian kalinya aku mencoba untuk
menata hati. Terus membuat diri ini percaya jika ada hal yang jauh lebih baik
dari kegagalan yang aku dapat.
Rapat ke 4 kalinya. MAGENDA
sepakat diadakan pada tanggal 7 Sepetember 2013. Rapat ke-4 berjalan dengan
penuh pertimbangan yang berat. Kelas-kelas ada yang menolak untuk meniadakan
MAGENDA karena takut akan ada pengunduran kembali. Tapi panitia terus
meyakinkan mereka jika kali ini MAGENDA akan terselenggara. Aku memeluk teman
disebelahku (read:riris) sekedar menenangkan diri jikalau tidak akan terjadi
apa-apa. Perbincangan berjalan dengan suasana yang terkadang sedikit mengalami
perbedaan pendapat hingga akhirnya aku menutup rapat dengan keputusan MAGENDA
akan dilaksanakan pada tanggal 7 September 2013 .
Andai saat itu teman-temanku tau.
Aku benar-benar tidak sanggup untuk menjajaki koridor-koridor kelas terlebih
lagi untuk masuk kedalam kelasku sendiri, kelas XI IPS. Aku tau mereka akan
membicarakan ketidak senangan mereka akan keputusan ini. aku tau banyak orang
yang aku kecewakan. Tapi aku juga tau, acara ini tidak akan berjalan jika Tuhan
sendiri tidak meridhainya. Akupun menarik tangan seorang teman OSIS-ku (read:ewik), kita
berjalan menuju masjid dan mencari tempat yang sepi. Tepat dipojok rak mukena.
Aku dan temanku yang satu ini menangis, menangis karena kami sadar sudah mengecewakan banyak orang, namun ditengah tangisan yang menyelimuti suasana siang itu, aku dan temanku ini berjanji untuk terus berjuang demi organisasi kita dan demi semua orang yang peduli akan acara besar ini. Kami menangis bersama sampai mata kami bengkak memerah. Aku
berteriak dalam hati “ya Allah ini ujian darimu untuk kami, tapi aku tau Engkau
memberikan ujian tak lebih dari kemampuan hambanya”. Tak ada yang tau kami
menangis. Teman-teman OSIS yang lain mungkin sedang menenangkan diri didalam
markas OSIS. Aku tau mereka pasti juga merasa bersalah atas pengunduran acara
yang kesekian kalinya ini.
Semakin hari semakin berat
untukku. Hinaan, obrolan yang tidak enak, dan segala hal yang menyerang batin.
Tapi aku mencoba untuk bersikap biasa saja didepan mereka, aku anggap tidak ada
apa-apa. Aku selalu pulang sore. Berdiam di markas OSIS, atau sekedar masuk
sendiri kedalam markas ketika yang lain sedang belajar. Aku pernah masuk
menyendiri di markas sambil menatap foto dari para alumni OSIS, saat itu aku
sedang mengumpulkan semangat, aku menggerutu dalam hati “mereka saja bisa,
kenapa aku tidak?” berulang kali aku memikirkan kalimat ini sambil menatap foto
mereka.
Sempat ada yang bilang “ketupel
MAGENDA mentalnya, mental TEMPE”
Atau kalimat yang ini “sudah
dah.. MAGENDA gak mungkin ada”
Aku hanya bisa menjawab dengan
candaan balik kepada mereka yang berucap seperti itu. tanpa mereka sadari,
kalimat mereka yang membuat aku percaya bahwa “MAGENDA AKAN TETAP ADA!”.
Saat itu, ketika kegagalan demi kegagalan menghampiriku, aku percaya dengan keajaiban kalimat ini;
"Man Shabara Zhafira (siapa yang bersabar maka akan beruntung)"
Disela kegalauanku yang campur
aduk. Teman sebangkuku menyarankan aku untuk mengikuti lomba menulis
(read:alif). Aku coba lomba ini. aku tau aku capek, setiap pagi kerja
organisasi sampai sore, malam kembali lagi kesekolah dan begitu seterunya.
Kapan aku menulis untuk lombaku? Aku menulisnya ketika malam sudah larut. Aku
percaya man jadda wa jaddah (siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil).
Aku percaya dengan kalimat itu. Secangkir kopi hitam selalu menemani disetiap malam hingga tulisanku sempurna dan siap untuk aku
kirim. Setiap malam aku menjelma seperti wanita kantoran yang lembur dimalam
hari.
Alhamdulillah, tulisanku berhasil
mendapatkan juara 1 tingkat provinsi. Aku sangat bersyukur. Di pagi
kemenanganku muncullah banyak manusia yang mengucapkan selamat. Tapi taukah
teman ? aku benar-benar takut dengan kemenangan ini. Aku takut kemenangan ini
malah menimbulkan kebencian orang lain terhadapku (insyaallah ini tidak akan
terjadi). Makasi bantuannya teman (read:alif).
kemenanganku dibidang tulis-menulis mengubahku menjadi sosok yang berbeda. Banyak pengalaman luar biasa yang aku dapatkan; berbicara didepan 500 orang dan para profesor yang belum pernah aku temui sebelumnya, mengikuti talkshow perekonomian dan kependudukan, mengikuti acara live disalah satu program Jtv, undangan untuk acara peduli remaja dan lain-lain. Saat itu aku sadar jikalau kesedihan dan kegagalan hanyalah cover kehidupan yang bisa kita robek dan kita ganti dengan cover baru yang lebih bagus. aku masih ingat dengan kalimat disebuah buku motivasi, begini tulisan itu berucap; "jika kamu menemukan 1 kegagalan maka Tuhan akan membalasnya dengan 2 kebahagiaan". aku sangat bersyukur, akupun berkata "inilah awal suksesku, dan mungkin ini pulalah passionku, bismillah"
Bulan Ramadhan tiba. Senang
sekali bisa menyambut bulan penuh berkah. Di bulan ini aku niatkan
untuk mendoakan diri sendiri, keluarga dan teman seperjuangan MAGENDA agar
diberikan kemudahan. Aku bertekad untuk selalu datang untuk ikhtikaf di Masjid
At-taqwa bersama teman karibku (read:ewik, Hikam, Aghet). Setiap di malam
bertanggal ganjil aku keluar rumah seorang diri di tengah malam yang dingin.
Aku tau rumahku jauh dari kota, tapi entah apa yang membuat aku berani melewati
perlintasan jalan yang gelap hanya demi tiba dirumah-NYA dan memohon
bantuan-NYA.
Masih ingat dengan ucapan salah
satu temanku (read:hikam) di pelataran Masjid At-taqwa; “Ris.. banyak berdo’a
buat MAGENDA, mumpung sekarang bulan berkah”, aku menjawb “iya Kam, pasti”
Aku berdoa, berdoa untuk
kesuksesan MAGENDA ini. bismillah ya Allah aku dan teman-teman BISA DAN
SANGGUP!
Perjalanan yang panjang. Liburan
hari raya aku gunakan untuk mempersiapkan MAGENDA. Aku sempat mendapatkan
tawaran untuk meninggalkan kota Bondowoso dan menuju Madura untuk berlibur.
Tapi aku urungkan niatku karena aku tau “MAGENDA LEBIH MEMBUTUHKAN AKU”.
Walaupun jauh di dalam hati ini aku ingin pergi bersama keluarga. Liburanku
hanya pergi kerumah salah satu temanku (read:riris) di Sukosari, tempat yang
dingin tapi sejuk, aku kesana bersama dengan Bos OSIS (read:putu)
Liburan hari raya usai. Seluruh
panitia MAGENDA dikumpulkan. Semua harus bergerak MAGENDA hanya terhitung 23
hari lagi. Semua panitia bekerja keras. H-2 minggu seluruh pengisi acara
latihan, panggung dipersiapkan, lighting, konsep, bintang tamu (BnR),
peralatan, perlengkapan, semuanya sudah dipersiapkan. Semua Sie berjalan sesuai
dengn fungsinya. Aku bangga melihat semua ini. hingga di H-1 MAGENDA, panitia
malah kebingungan hendak mengerjakan apa. Karena semua persiapan sudah 98%
selesai. Alhamdulillah.. aku bersyukur, aku tau Tuhan menjawab do’aku.
Trimakasih Tuhan.
Aku masih ingat ketika itu semua
orang membiacarakan MAGENDA, di Fb, Twitter, WA, radio, jalan, Banner, pamflet terpampang
dimana-mana. Aku bangga!
Tepat di tanggal 7 September.
Dengan berbalut kaos hitam abu-abu panitia tampak gagah dengan pakayannya. Hari
itu MAGENDA 6 berhasil kami (panitia) adakan.
Di pagi hari menjelang pembukaan,
Bos OSIS bilang; “Ka.. ini acaramu”, aku menjawab “iya Put, akhirnya”
Akhirnya.. akhirnya MAGENDA
terselenggara. lihatlah kalian yang dulu menghinaku bahkan teman-temanku, lihatlah kalian yang dulu mengatakan MAGENDA tidak akan pernah ada. kalian lihat sendiri bukan? kami sudah bisa mendirikan panggung semegah itu didepan mata kalian semua. Bukan bermaksud untuk membalaaskan dendam atas ucapan kalian, namun aku hanya ingin membuat kalian sadar jika tidak ada satupun yang tidak bisa dilakukan oleh umat-NYA di dunia ini jika Tuhan sudah berkata Qun fayaqun. Aku bangga pada semua panitia, aku bangga pada semua teman OSIS
ku (Putu, Alif, sita, Heikal, Alfian, Riris, Aseb, Yepri, Raka, Ewik, Kiki,
Ciko, Faiz, Cintika, Bimo, Grazius) dan adik-adik OSISku terutama adik sekbid
(dek ifa, dek eka). Dan SELURUH PANITIA MAGENDA 6, SEKALIGUS UNTUK SEMUA ORANG
YANG BERPARTISIPASI DALAM MAGENDA 6. TAK LUPA PULA UNTUK SELURUH PURNAWIRAWAN
OSIS.
Trimakasih untuk pengalaman penuh
perjuangan di MAGENDA 6 ini Tuhan.
Di tahun 2013 juga menjadi tahun
yang menyenangkan ketika aku pergi berlibur bersama teman-teman COSS ke Malang.
Banyak hal yang aku torehkan bersama mereka. Yaa.. mereka teman-temanku yang
begiiittuuuu berbeda dengan yang lain. Konyol tapi KECE hehehe. Sudah lama aku menunggu hal ini, menghabiskan waktu bersama teman-teman setelah sekian lama aku hanya berkelana kesana kemari membawa kertas, buku note, dan bolpoin. tahun yang penuh berkah.
Inilah beberapa kisah
perjalananku selama tahun 2013. Mungkin ini hanya sekelumit kisah yang aku
ceritakan, karena sebenarnya di tahun 2013 banyaaakkkk sekali kenangan. Bahkan
aku benar-benar percaya kalau angka 13 itu bukan angka sial. Buktinya.. aku
bisa tunjukkan angka 13 menjadi angka keberuntunganku, angka “7” di dalam
MAGENDA 6.
Selamat tinggal 2013. Selamat
datang 2014. Aku siap meraih mimpi!!
Tulisan ini untuk teman-teman yang
ingin membacanya. Dan untuk adik calon Ketua Pelaksana MAGENDA selanjutnya.
RISKA MAULANI AHMI.