Minggu, 29 Desember 2013

TAHUN 2013-KU



Menuju malam yang sunyi mata ini masih kuat untuk menulis paragraf yang akan lumayan banyak malam ini. Buku berjudul “negeri 5 menara” aku letakkan sejenak di atas meja kerja. Meja dimana aku biasa menulis dan membaca buku dengan tenang. Menghentikan aktifitas membaca hanya untuk berbagi kisah perjalananku di tahun 2013 yang luar biasa. Kenapa luar biasa ? karena aku benar-benar menemukan arti dari banyak hal yang mendekat padaku, lebih bisa berprasangka baik kepada Tuhan akan takdir yang datang bertubi-tubi dan cukup berat ditahun ini. 

“selamat datang 2013, aku harap 13 bukan angka yang buruk. Tuhan, mudahkan aku untuk mengemban amanah besar ditahun ini”

Itulah kalimat yang aku ucapkan ditengah riuh manusia malam penuh gemerlap cahaya kembang api. hari itu hari pertama di tahun 2013. Aku memberikan hadiah untuk diriku sendiri untuk mengawali tahun ini dengan menikmati hiburan malam di tengah kota bersama beberapa teman (read:sita, sista,cintika,ila,fera). Hadiah untuk diriku sendiri yang sudah berhasil membuat aku menjadi manusia yang berbeda dimalam itu. jujur, aku belum pernah menikmati malam tahun baru seperti ini. masih kaku akan pergaulan malam hehe. Aku menunggu waktu tengah malam dengan menikmati hiburan yang sudah ada di depan mata. Hiburan yang berhasil menghipnotis banyak orang untuk berjoget ditengah lapang tanpa berfikir kanan kirinya laki-laki atau perempuan, semua membaur menjadi satu, aku berfikir “tidak baik jika bukan muhrim menari ditengah malam di tempat umum seperti ini”. pikiran itulah yang mengurungkan niatku untuk ikut bersuka cita di tengah lapangan, aku mundur menepi bersama salah satu temanku, menghindar dari manusia –manusia malam yang menggila. aku mencoba menghibur diri malam itu, karena aku tau, tahun 2013 akan menjadi tahun yang berat, maka dari itu aku berusaha untuk membuang jauh-jauh pandangan buruk di tahun ini, terutama untuk angka “13” yang katanya angka sial. Aku benar-benar ingin mengubah angka itu menjadi angka “7” angka keberuntunganku. "3…2…1.." hitungan untuk menyalakan kembang api sudah menggema ditengah lapangan kota. Itu artinya, tahun baru hanya tinggal hitungan detik saja. 3 detik kemudian, cahaya indah dengan suara khas kembang api berpendar di tengah langit malam, memecah pandangan manusia-manusia di lapangan ke atas langit. Sorak-sorai terdengar penuh bahagia. Aku tak ikut bersorak, aku berdoa, berdoa untuk diriku sendiri dan orang-orang yang aku sayangi. “bismillah, kamu bisa ris” begitu aku ucap pada diri sendiri. Bersamaan ketika aku berdoa, temanku yang memiliki misi sama denganku di tahun ini berkata “ris.. kita bejuang untuk MAGENDA ya.. bismillah ris”. Aku tersenyum membalas perkataannya, disitulah aku menyadari,  aku tidak perlu takut untuk menghadapi tahun ini karena teman-temanku siap menjadi tempatku bersandar dikala anggota badan ini tak sanggup untuk berdiri.

Malam tahun baru terlewati dengan sempurna. Liburan akhir semester pertama akan segera berakhir ketika itu. liburan yang sama sekali tidak pantas untuk aku sebut liburan. Setiap hari badan ini melangkah menuju bangunan dimana biasa aku belajar, mata ini selalu menemukan objek yang sama setiap harinya. Gerbang sekolah siap menyambutku setiap pagi. Abang penjaga sekolah rasanya tidak heran lagi jika melihatku mondar-mandir di sekolah waktu libur. Kasian aku membayangkan diri ini ketika itu.

Hari pertamaku masuk sekolah. Semester 2 kelas XI sudah siap menunggu untuk aku taklukkan. Walaupun aku ragu untuk bisa menaklukkan semester ini.

“riss.. smskan anak-anak ya? Kita rapat untuk acara besar kita” ucap Bos dari organisasi-ku
“OKE!”

Beginilah tugasku. Sering memberikan kabar kepada teman-teman OSIS jika ada rapat. Tak salah jika aku yang memberikan kabar kepada mereka, karena selain sebagai pengurus aku juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana acara 2 tahunan. Yang konon acara ini adalah acara terbesar yang pernah diadakan oleh SMA di Bondowoso. Tak habis fikir aku jadinya, kenapa Allah menakdirkan ini untukku tapi yang jelas aku belajar banyak hal dari kalimat ini “ketika Tuhan sudah memberikan tanggung jawab, sebesar apapun tanggung jawab itu, Tuhan sudah memperhitungkannya sesuai dengan kemampuan umatnya”. Kalimat ini aku kutip dari buku kesayangan yang aku sebut sebagai buku sepanjang masa, yakni “LA-TAHZAN”. Tak rugi rasanya aku membeli buku ini, benar-benar buku yang inspiratif.

Hari demi hari aku jalani dengan semangat. Semakin hari aku semakin khusyuk berdoa kepada Tuhan, karena aku ingin hati dan fikiranku tetap tenang di bawah rasa kalut yang tak jarang menghampiri secara tiba-tiba bagaikan awan kulumbus hitam yang siap memancarkan petir dan badai. Hampir setiap pulang sekolah aku rapat bersama teman-teman OSIS di markas kami. Ketika itu, kami sepakat untuk mengadakan acara MAGENDA 6 pada tanggal 9 Maret 2013. Kesepakatan yang kami tandai dengan melingkarnya coretan spidol hitam diatas kalender berangka 9 bulan 3 tahun 2013. Dengan ucapan bismillah kami memulai misi ini.

Tak sampai ditengah perjuangan acara besar ini aku mendapatkan tamparan keras. Aku rasa bukan hanya aku, akan tetapi teman-temanku juga pasti merasakan hal yang sama.

“acara MAGENDA tidak bisa dilaksanakan”

Tidak bisa dilaksanakan. Kata “tidak” memberikan arti yang sulit untuk di terjang. Rasanya tidak mungkin lagi untuk meneruskan misi ini di tanggal 9 maret. Terjadilah pengunduran acara. Ini adalah kegagalanku yang pertama. Kegagalan yang benar-benar ceroboh karena bertepatan dengan pemilihan umum Bupati kota Bondowoso. Sekolah tidak mendapatkan izin untuk melaksanakan acara ini, karena polisi sudah menerima surat resmi dari Bupati untuk mensterilkan setiap acara yang mengundang masa. Saat itu aku mencoba untuk tenang, walaupun aku tau pasti akan ada banyak orang yang membicarakan perihal ini dibelakang.

“teman-teman.. kita rapat sepulang sekolah. Jangan sampai ada yang gak hadir. Wajib datang, aku tunggu di markas osis. Ada masalah. Tertanda Ketupel MAGENDA”

Kurang lebih begitulah kalimat yang aku ketik di handphone hitam kesayanganku untuk teman-teman OSIS.

Ketika siang datang, aku sudah siap dengan alat tulis dan buku note berwarna cokelat. Menunggu teman-teman di markas OSIS dengan penuh pengharapan mereka akan datang dengan lengkap tanpa ada yang izin untuk sebuah perihal yang lain. Beberapa menit berlalu, ketika itu pengharapanku tak terbalaskan, melihat banyak sudut yang kosong di markas ini aku menjadi sedikit kecewa “kenapa mereka datang tidak lengkap?”. Aku mencoba untuk sabar mengahadapi ini dengan terus berprasangka baik, mungkin teman-temanku sedang ada keperluan yang memang tidak bisa mereka tinggalkan, setidaknya.. masih ada beberapa orang yang siap mendengarkan keluh kesahku akan masalah yang datang.

Jika hanya sekali tak ada hasil. Begitulah yang terjadi dengan sebuah keputusan yang kami ambil untuk MAGENDA saat itu. Hingga 2 minggu berlalu aku dan teman-teman masih belum bisa menemukan tanggal yang pasti sebagai pengganti tanggal 9 Maret. Waktu terus berjalan hingga Tuhan membantu untuk memberikan jawaban. Akhirnya.. MAGENDA diundur hingga tanggal 20 April, sebulan setelah tanggal 9 Maret. Panitia-pun segera mengumpulkan perwakilan kelas dan memberikan pengumuman atas pengunduran ini. Hatiku sedikit lega, namun aku juga tau jika perjuangan akan dimulai lagi dari nol.

Kelas-kelas sangat menyambut baik adanya acara MAGENDA. Saat itu aku berharap, tak adalagi pengunduran acara untuk ke-2 bahkan ke-3 kalinya.

Tak hanya urusan organisasi yang aku fikirkan. Namun di tahun 2013 ini aku juga sibuk untuk mempersiapkan olimpiade Ekonomi yang sudah ada didepan mata. Di bulan Maret aku akan melawan soal-soal olimpiade bersama teman-teman yang lain (read: resky,alif,ocha,dek puspa).

Perjuangan di bulan Maret mulai bergejolak. Semakin hari badanku semakin remuk, akibat beban fikiran. Aku sadar kalau MAGENDA adalah tanggung jawab yang menyangkut banyak orang bahkan seluruh anak di sekolah, dan olimpiadeku, lomba yang aku tunggu selama satu tahun, aku sadar aku tidak boleh gagalkan kedua-duanya. Inilah yang memberatkanku, mempertahankan keduanya disela waktu dan masalah yang tak kunjung ada akhirnya. Namun aku masih percaya  “la takhaf wa la tahzan innalla haa ma’ana (jangan takut dan jangan bersedih karena Tuhan bersamamu)”. Kalimat ini yang membuat aku menjatuhkan air mata disudut masjid sekolah setiap sore, saat itu memang tidak  ada orang lain yang tau, karena aku berfikir, biarlah hanya aku dan Tuhan saja yang tau akan kesedihan yang berlarut ini.

Olimpiade dimulai. Aku berangkat bersama dengan rombongan teman-teman grup olimpiade yang lain. Aku merasa bangga sekali jika berkumpul dengan mereka, para anak pilihan yang dipercaya untuk menjalankan amanah sekolah dibidang akademik. Bismillah aku memulai mengerjakan soal demi soal. Saat itu aku tidak berambisi untuk menang, karena menurutku ambisi hanya akan mendatangkan kedengkian dan rasa benci terhadap diri sendiri bahkan orang lain.

Satu beban terlewatkan. Aku masih ingat, kesokan harinya (sehari setelah lomba) adalah hari jumat. Pengumuman olimpiade dibacakan. Hatiku sudah tak karuan. Aku mulai mencium aroma kegagalan disekitar tempat dimana aku berdiri.

“maaf nak.. kamu tidak lolos”

Kalimat yang membuat aku membendung air mata, tangan kananku spontan aku letakkan di depan hasduk yang aku pakai. Beberapa detik kemudian kedua tanganku meraih tangan kedua guru ekonomiku, aku mencium tangan mereka sebagai tanda terimakasih atas didikannya selama ini. aku keluar dari ruang guru, dan mencoba untuk menenangkan diri. Aku merasa tuli ketika itu, aku merasa aku tidak sedang berjalan namun sedang melayang bersama dengan kegagalan. Aku melihat kedua sahabat karibku menunggu diluar dengan pengharapan yang besar. Mereka berbicara padaku, menanyakan apa yang terjadi, tapi sungguh aku tidak bisa mendengar apa yang mereka ucapkan, aku tau lisanku tak sejalan dengan kalimat tanya yang mereka lontarkan padaku. Aku berjalan dengan cepat

“riska tenang.. tenang… tenang.. astaghfirullah, astaghfirullah” itulah yang aku ucap dalam hati

Ini adalah kegagalan ke-dua ku. Aku merasa sangat kecewa. Lomba yang aku tunggu selama 1 tahun lenyap begitu saja. Jauh dari pandangan mata. Gagal dengan 1 peringkat dibawah juara 3 (read:peringkat4). Ingat dengan kalimat seorang teman (read:rani) “kak, semua sudah ada yang ngatur, pasti ada yang lebih baik” begitu ucapnya.

Aku berjalan seraya menenangkan diri. Aku ber-istighfar dalam hati. Aku mencoba meyakinkan diri sendiri jika ini adalah jalan yang terbaik. Akupun menuju Masjid yang sudah sedari tadi menunggu kedatanganku untuk mengadu. Aku sholat dhuha. 
Selepas sholat dhuha aku berdoa, aku mencoba untuk mengosongkan semua hal, aku mencoba untuk berbicara kepada Tuhan. Pagi itu di hari yang mulia, hari jum’at aku berdoa  di balik mukena dalam masjid

“ya Allah ya Tuhanku.. hamba tau ini jalan yang terbaik. Tapi hamba juga tau, ini jalan yang sangat sulit untuk hamba terima. Ya Allah, tidak apa-apa hamba tidak apa-apa, hamba tau saat ini kau mengulang-ulang kata La-tahzan riska La-tahzan (jangan menangis riska, jangan menangis), tapi Tuhan biarkan hamba menangis sekencang-kencangnya dalam hati untuk saat ini. dua hal yang hamba minta darimu saat ini ya Allah, pertama jauhkanlah hamba dari rasa dengki yang pastinya akan menjadi penyakit hati, yang ke-dua bantulah hamba untuk menata hati ini demi kehidupan yang lebih baik karena hamba tau ya Allah kegagalan ini tidak boleh menyurutkan semangat hamba untuk menjalankan misi MAGENDA.”.

Aku mentup doa dengan kata aamiin sambil menempelkan kedua telapak tangan ke seluruh wajah yang sudah basah dengan air mata.

Hari itu, aku masih berusaha menguatkan diri. Aku mencoba menata diri, karena sepulang sekolah, kawan- kawan pers menunggu untuk pembuatan mading mingguan.

“ris.. tugasmu cari anak disekolah ini yang masih belum pulang, kamu wawancarai mengenai arti dari kata sukses. OKE?”

Tema pers hari itu benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang aku rasakan. Akupun mengiyakan tugas dari temanku yang saat itu mejadi pemimpin redaksi pers sekolah (read:ewik). Aku berjalan sambil membawa secarik kertas dan bolpoin. Langsung saja aku menuju masjid dan bertemu dengan 2 orang teman laki-laki. Awalnya mereka tidak ingin aku wawancarai, tapi setelah aku bujuk, mereka bersedia untuk aku wawancara. Pertanyaan demi pertanyaan berhasil mereka jawab dengan baik. Tapi berselang beberapa menit mereka berhasil membaca kegalauanku. Mereka tau aku sedang dilanda masalah, hingga tanpa sadar aku menangis didepan mereka. Malu jika aku harus mengingat itu semua, mungkin mereka menertawakan kecengenganku saat itu. Pertemuan dengan mereka membuat aku memiliki semangat baru, aku masih ingat beberapa kalimat dari kedua sahabat-ku ini;

“sukses itu tanpa batas, jadi kejar kesuksesan itu sampai dapat”
“kalau gagal bukan berarti kamu bodoh. Kegagalan awal dari sukses, kalau sekarang kamu gagal. Tuhan sudah persiapkan yang lebih suatu hari nanti”

Itulah yang mereka ucapkan di siang hari itu, di bawah atap masjid. Terimakasih teman (read:aghet,afif)

Ketika teman-temanku menguatkan. Aku selalu menganggap mereka itu sebagai sarana Tuhan untuk menyampaikan apa yang ingin Tuhan sampaikan kepadaku. Aku tau aku bukan Nabi atau orang suci yang  bisa bertemu dengan Tuhan secara langsung. Maka dari itu, siapapun yang memeberiku semangat ketika aku jatuh, aku anggap perkataan mereka sebagai pesan dari Tuhan untukku.

Hari demi hari, keadaanku semakin membaik. Aku bersyukur. Tapi.. datang lagi masalah. Temanku bagian humas MAGENDA membawa kabar buruk.

“kita gak dapat izin, mereka bilang kalau tanggal itu masih rawan kerusuhan akbiat pemilu”

MAGENDA kembali terancam. Kali ini aku tidak main-main, aku benar-benar geram pada diri sendiri dan pada aparat yang mengurus izin. Aku fikir, apa susahnya memberikan izin, toh kami sebagai panitia juga sudah memperkirakan kerusuhan yang ada di Bondowoso tak akan seperti di kota besar layaknya Surabaya atau Jakarta. Kekuasaan seorang anak SMA selalu kalah dimata para aparat. Aku dan teman-teman sepakat untuk meminta bantuan dari seseorang yang lebih tua dan bisa memberikan kami kemudahan untuk acara ini. Tapi.. percuma, semua tidak bisa diselamatkan.

Rapat kembali digelar. Untuk penentuan tanggal ke-3 kalinya. Panitia sepakat MAGENDA diadakan pada tanggal 16 Juni. Namun apa yang terjadi ? hal yang sama menimpa. Sama seperti sebelumnya, MAGENDA gagal dilaksanakan pada bulan Juni dengan alasan perijinan yang sulit.  Ini adalah kegagalanku yang ke tiga.

Pikiranku benar-benar kalut saat itu. kegagalan MAGENDA di tanggal 16 Juni dan satu hal lagi, kegagalan lomba Akuntansi di Jember yang sudah nyaris membawa kelompokku pulang dengan membawa piala. Untuk kesekian kalinya aku mencoba untuk menata hati. Terus membuat diri ini percaya jika ada hal yang jauh lebih baik dari kegagalan yang aku dapat.
Rapat ke 4 kalinya. MAGENDA sepakat diadakan pada tanggal 7 Sepetember 2013. Rapat ke-4 berjalan dengan penuh pertimbangan yang berat. Kelas-kelas ada yang menolak untuk meniadakan MAGENDA karena takut akan ada pengunduran kembali. Tapi panitia terus meyakinkan mereka jika kali ini MAGENDA akan terselenggara. Aku memeluk teman disebelahku (read:riris) sekedar menenangkan diri jikalau tidak akan terjadi apa-apa. Perbincangan berjalan dengan suasana yang terkadang sedikit mengalami perbedaan pendapat hingga akhirnya aku menutup rapat dengan keputusan MAGENDA akan dilaksanakan pada tanggal 7 September 2013 .

Andai saat itu teman-temanku tau. Aku benar-benar tidak sanggup untuk menjajaki koridor-koridor kelas terlebih lagi untuk masuk kedalam kelasku sendiri, kelas XI IPS. Aku tau mereka akan membicarakan ketidak senangan mereka akan keputusan ini. aku tau banyak orang yang aku kecewakan. Tapi aku juga tau, acara ini tidak akan berjalan jika Tuhan sendiri tidak meridhainya. Akupun menarik tangan seorang teman OSIS-ku (read:ewik), kita berjalan menuju masjid dan mencari tempat yang sepi. Tepat dipojok rak mukena. Aku dan temanku yang satu ini menangis, menangis karena kami sadar sudah mengecewakan banyak orang, namun ditengah tangisan yang menyelimuti suasana siang itu, aku dan temanku ini berjanji untuk terus berjuang demi organisasi kita dan demi semua orang yang peduli akan acara besar ini. Kami menangis bersama sampai mata kami bengkak memerah. Aku berteriak dalam hati “ya Allah ini ujian darimu untuk kami, tapi aku tau Engkau memberikan ujian tak lebih dari kemampuan hambanya”. Tak ada yang tau kami menangis. Teman-teman OSIS yang lain mungkin sedang menenangkan diri didalam markas OSIS. Aku tau mereka pasti juga merasa bersalah atas pengunduran acara yang kesekian kalinya ini.

Semakin hari semakin berat untukku. Hinaan, obrolan yang tidak enak, dan segala hal yang menyerang batin. Tapi aku mencoba untuk bersikap biasa saja didepan mereka, aku anggap tidak ada apa-apa.  Aku selalu pulang sore. Berdiam di markas OSIS, atau sekedar masuk sendiri kedalam markas ketika yang lain sedang belajar. Aku pernah masuk menyendiri di markas sambil menatap foto dari para alumni OSIS, saat itu aku sedang mengumpulkan semangat, aku menggerutu dalam hati “mereka saja bisa, kenapa aku tidak?” berulang kali aku memikirkan kalimat ini sambil menatap foto mereka.

Sempat ada yang bilang “ketupel MAGENDA mentalnya, mental TEMPE”
Atau kalimat yang ini “sudah dah.. MAGENDA gak mungkin ada”

Aku hanya bisa menjawab dengan candaan balik kepada mereka yang berucap seperti itu. tanpa mereka sadari, kalimat mereka yang membuat aku percaya bahwa “MAGENDA AKAN TETAP ADA!”.

Saat itu, ketika kegagalan demi kegagalan menghampiriku, aku percaya dengan keajaiban kalimat ini;
"Man Shabara Zhafira (siapa yang bersabar maka akan beruntung)"

Disela kegalauanku yang campur aduk. Teman sebangkuku menyarankan aku untuk mengikuti lomba menulis (read:alif). Aku coba lomba ini. aku tau aku capek, setiap pagi kerja organisasi sampai sore, malam kembali lagi kesekolah dan begitu seterunya. Kapan aku menulis untuk lombaku? Aku menulisnya ketika malam sudah larut. Aku percaya man jadda wa jaddah (siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil). Aku percaya dengan kalimat itu. Secangkir kopi hitam selalu menemani disetiap malam hingga tulisanku sempurna dan siap untuk aku kirim. Setiap malam aku menjelma seperti wanita kantoran yang lembur dimalam hari.

Alhamdulillah, tulisanku berhasil mendapatkan juara 1 tingkat provinsi. Aku sangat bersyukur. Di pagi kemenanganku muncullah banyak manusia yang mengucapkan selamat. Tapi taukah teman ? aku benar-benar takut dengan kemenangan ini. Aku takut kemenangan ini malah menimbulkan kebencian orang lain terhadapku (insyaallah ini tidak akan terjadi). Makasi bantuannya teman (read:alif).

kemenanganku dibidang tulis-menulis mengubahku menjadi sosok yang berbeda. Banyak pengalaman luar biasa yang aku dapatkan; berbicara didepan 500 orang dan para profesor yang belum pernah aku temui sebelumnya, mengikuti talkshow perekonomian dan kependudukan, mengikuti acara live disalah satu program Jtv, undangan untuk acara peduli remaja dan lain-lain. Saat itu aku sadar jikalau kesedihan dan kegagalan hanyalah cover kehidupan yang bisa kita robek dan kita ganti dengan cover baru yang lebih bagus. aku masih ingat dengan kalimat disebuah buku motivasi, begini tulisan itu berucap; "jika kamu menemukan 1 kegagalan maka Tuhan akan membalasnya dengan 2  kebahagiaan". aku sangat bersyukur, akupun berkata "inilah awal suksesku, dan mungkin ini pulalah passionku, bismillah"

Bulan Ramadhan tiba. Senang sekali bisa menyambut bulan penuh berkah. Di bulan ini aku niatkan untuk mendoakan diri sendiri, keluarga dan teman seperjuangan MAGENDA agar diberikan kemudahan. Aku bertekad untuk selalu datang untuk ikhtikaf di Masjid At-taqwa bersama teman karibku (read:ewik, Hikam, Aghet). Setiap di malam bertanggal ganjil aku keluar rumah seorang diri di tengah malam yang dingin. Aku tau rumahku jauh dari kota, tapi entah apa yang membuat aku berani melewati perlintasan jalan yang gelap hanya demi tiba dirumah-NYA dan memohon bantuan-NYA.

Masih ingat dengan ucapan salah satu temanku (read:hikam) di pelataran Masjid At-taqwa; “Ris.. banyak berdo’a buat MAGENDA, mumpung sekarang bulan berkah”, aku menjawb “iya Kam, pasti”
Aku berdoa, berdoa untuk kesuksesan MAGENDA ini. bismillah ya Allah aku dan teman-teman BISA DAN SANGGUP!

Perjalanan yang panjang. Liburan hari raya aku gunakan untuk mempersiapkan MAGENDA. Aku sempat mendapatkan tawaran untuk meninggalkan kota Bondowoso dan menuju Madura untuk berlibur. Tapi aku urungkan niatku karena aku tau “MAGENDA LEBIH MEMBUTUHKAN AKU”. Walaupun jauh di dalam hati ini aku ingin pergi bersama keluarga. Liburanku hanya pergi kerumah salah satu temanku (read:riris) di Sukosari, tempat yang dingin tapi sejuk, aku kesana bersama dengan Bos OSIS (read:putu)

Liburan hari raya usai. Seluruh panitia MAGENDA dikumpulkan. Semua harus bergerak MAGENDA hanya terhitung 23 hari lagi. Semua panitia bekerja keras. H-2 minggu seluruh pengisi acara latihan, panggung dipersiapkan, lighting, konsep, bintang tamu (BnR), peralatan, perlengkapan, semuanya sudah dipersiapkan. Semua Sie berjalan sesuai dengn fungsinya. Aku bangga melihat semua ini. hingga di H-1 MAGENDA, panitia malah kebingungan hendak mengerjakan apa. Karena semua persiapan sudah 98% selesai. Alhamdulillah.. aku bersyukur, aku tau Tuhan menjawab do’aku. Trimakasih Tuhan.

Aku masih ingat ketika itu semua orang membiacarakan MAGENDA, di Fb, Twitter, WA, radio, jalan, Banner, pamflet terpampang dimana-mana. Aku bangga!

Tepat di tanggal 7 September. Dengan berbalut kaos hitam abu-abu panitia tampak gagah dengan pakayannya. Hari itu MAGENDA 6 berhasil kami (panitia) adakan.

Di pagi hari menjelang pembukaan, Bos OSIS bilang; “Ka.. ini acaramu”, aku menjawab “iya Put, akhirnya”

Akhirnya.. akhirnya MAGENDA terselenggara. lihatlah kalian yang dulu menghinaku bahkan teman-temanku, lihatlah kalian yang dulu mengatakan MAGENDA tidak akan pernah ada. kalian lihat sendiri bukan? kami sudah bisa mendirikan panggung semegah itu didepan mata kalian semua. Bukan bermaksud untuk membalaaskan dendam atas ucapan kalian, namun aku hanya ingin membuat kalian sadar jika tidak ada satupun yang tidak bisa dilakukan oleh umat-NYA di dunia ini jika Tuhan sudah berkata Qun fayaqun. Aku bangga pada semua panitia, aku bangga pada semua teman OSIS ku (Putu, Alif, sita, Heikal, Alfian, Riris, Aseb, Yepri, Raka, Ewik, Kiki, Ciko, Faiz, Cintika, Bimo, Grazius) dan adik-adik OSISku terutama adik sekbid (dek ifa, dek eka). Dan SELURUH PANITIA MAGENDA 6, SEKALIGUS UNTUK SEMUA ORANG YANG BERPARTISIPASI DALAM MAGENDA 6. TAK LUPA PULA UNTUK SELURUH PURNAWIRAWAN OSIS.

Trimakasih untuk pengalaman penuh perjuangan di MAGENDA 6 ini Tuhan.
Di tahun 2013 juga menjadi tahun yang menyenangkan ketika aku pergi berlibur bersama teman-teman COSS ke Malang. Banyak hal yang aku torehkan bersama mereka. Yaa.. mereka teman-temanku yang begiiittuuuu berbeda dengan yang lain. Konyol tapi KECE hehehe. Sudah lama aku menunggu hal ini, menghabiskan waktu bersama teman-teman setelah sekian lama aku hanya berkelana kesana kemari membawa kertas, buku note, dan bolpoin. tahun yang penuh berkah.

Inilah beberapa kisah perjalananku selama tahun 2013. Mungkin ini hanya sekelumit kisah yang aku ceritakan, karena sebenarnya di tahun 2013 banyaaakkkk sekali kenangan. Bahkan aku benar-benar percaya kalau angka 13 itu bukan angka sial. Buktinya.. aku bisa tunjukkan angka 13 menjadi angka keberuntunganku, angka “7” di dalam MAGENDA 6.

Selamat tinggal 2013. Selamat datang 2014. Aku siap meraih mimpi!!

Tulisan ini untuk teman-teman yang ingin membacanya. Dan untuk adik calon Ketua Pelaksana MAGENDA selanjutnya.


RISKA MAULANI AHMI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar