Nama : Riska Maulani Ahmi
JANJI
Mentari yang selalu indah
memancarkan sinarnya, menembus atmospher dan membentang menuju cakrawala pagi.
Pagi ini embun masih menyelimuti dedaunan dan memberikan kesan dingin dengan
benda disekitarnya. Tampaknya musim akan berganti menjadi penghujan dengan
tertutupnya secara tiba-tiba sang mentari oleh awan culumbus yang lembut diatas
langit. Sungguh indah ciptaan tangan Tuhan. Begitu aku memuji keindahan dunia
ini dipagi hari, membuka mata, dan sedikit mengintip keindahan dunia dengan
membuka jendela disamping kiri ranjang tidurku. Berbalik badan menatap pintu
kamar disebelah kanan yang seakan berkata, selamat datang dalam takdir hari
ini.
Aku adalah salah satu siswa dari SMA faforit di kotaku. Di umur yang tak lagi remaja
ini, aku selalu sibuk hanya dengan buku dan pelajaran disekolah. Entah kenapa,
aku tidak terlalu memikirkan tentang seseorang yang spesial yang mungkin akan
hadir secara tiba-tiba. Seperti kalimat dibuku, bahwa “cinta akan datang tanpa engkau sadari”. Ya.. mungkin cinta telah datang dalam kehidupanku, tapi aku
yang masih belum bisa menyadarinya. Tapi entahlah, untuk saat ini, rasanya aku
masih belum menemukan makna yang hakiki mengenai apa itu cinta. Terlepas dari
apa yang aku ceritakan tentangku, aku adalah anak perempuan bernama Jena Artika Fitri. Menurutku ini nama yang indah, dan teman-temanku biasa memanggilku
Jena.
“jen.. jena.. tunggu aku.. “
“cepet don..”
“huu..hu.. capek, ayo masuk
kelas bareng”
“hhaha.. oke yukk”
Aku memang tidak terlalu
mahir dalam bermain cinta, tapi aku sangat menghargai arti dari sebuah
pertemanan, bahkan sahabat. Perkenalkan sahabatku yang jenius. Doni Ardiansyah.
Anak laki-laki tinggi, tampan, baik, pintar dan berkaca mata. Kami selalu
bersama, sampai-sampai aku tidak tau sudah seberapa sering Doni ke rumahku dan
begitupun sebaliknya. Orang tua kami juga saling mengenal. Katanya sih.. ibu
Doni dan ibuku adalah teman masa SMA.
Hari ini berjalan seperti
biasa. Aku dan Doni pergi ke kantin bersamawalaupun hanya sekedar duduk berdua
menikmati masakan Ibu kantin sekolah.
Tiba-tiba terdengar suara
pengumuman dari pengeras suara kantin. Terdengar dengan jelas suara dari guru
matematika yang memanggil namaku dan Doni.
“Don.. gimana nih ?”
“sudah.. lanjutin aja
makannya, kayaknya kita bakalan diminta untuk ikut olimpiade matematika”
Tiba-tiba aku tersendak
mendengar ucapan Doni.
“ha? Kok bisa ?”
Aku kaget dengan perkiraan
yang diucapkan Doni. Baru kali ini aku ditunjuk lagi untuk mengikuti olimpiade,
padahal aku sudah putus asa dengan kegagalanku satu tahun lalu di olimpiade
matematika. Mungkin, bagi Doni ini hanya sebatas isapan jempol. Gampang banget.
Bahkan menurutnya, matematika itu adalah pelajaran yang paling simpel, cukup mengerti
tambah, kurang, kali, dan bagi. Yaa.. tapi pada kenyataannya, matematika tak
sesimpel kehidupan percintaannya. Sampai sekarang. Dia tidak pernah berpacaran.
Entah apakah Dia pernah jatuh cinta atau tidak, tapi yang jelas, aku dan Doni
sama-sama manusia jomblo yang terlihat keren dengan kelebihannya masing-masing.
Setidaknya masih ada kelebihan yang bisa menyelamatkan kami dari kegelapan
percintaan masa muda hahaha.
Selesai
dari kantin. Aku dan Doni bergegas menuju ruang guru. Kami datang terlambat, itulah alasan kenapa kami lebih memilih untuk berjalan cepat manuju
ruang guru. Awalnya Doni berjalan biasa saja, tapi aku yang memaksanya untuk
berjalan lebih cepat.
“jena..
kemari”
Terdengar
dengan jelas suara seorang wanita yang duduk di meja guru sebelah kanan. Ya,
benar saja, Bu Warti,
guru matematika kami menunggu dimeja kerjanya dengan ditemani laptop hitam
kesayangan. Aku dan Doni berjalan
kearahnya. Aku memulai pembicaraan dengan Bu Warti “ada apa bu? Apakah
saya...”. belum selesai aku mengutarakan pertanyaan, BuWarti sudah menyela ucapanku. Dan seperti yang sudah Doni duga dan apa yang aku
bayangkan terjadi. Aku dan Doni terpilih sebagai wakil sekolah untuk mengikuti
lomba olimpiade matematika antar sekolah. Awalnya aku sedikit ragu dengan
keputusan Bu Warti yang memilihku dalam lomba ini. Tapi entah ada angin apa,
Doni dan Bu Warti berhasil membujukku, mereka seperti memberikan ramuan rayuan
yang membuat aku menjadi lebih percaya diri untuk mengemban nama baik sekolahku
hingga ahirnya aku menyatakan untuk menerima tawaran Bu Warti.
“baik
Bu.. saya terima” jawabku dengan senyum ikhlas
Seperti yang sudah aku
tebak. Bahwa siang ini hujan akan turun. Dan apesnya, hari ini orang tuaku
tidak bisa menjemputku. Yang bisa aku lakukan hanya menunggu hujan reda dan
mencari angkutan umum.
“jen.. mau ikut aku?” kata
Doni sambil pamer sepeda vespanya yang berwarna merah
“tapi ini hujan Don”
“udaahhhlah.. santai aja,
aku bawa mantel kok”
“oke..oke.. kali ini aku
ikut” jawabku dengan senang hati
“Yasudah yuk naik” Doni
mengumbar senyumnya yang manis kepadaku
Siang itu aku pulang bersama
Doni. Selama berteman, kami tidak pernah seperti ini. Biasanya aku selalu
dijemput orang tua pakai mobil. Sepertinya hari ini takdir berkata lain. tadinya
aku kira Doni akan mengantarkanku pulang, tapi ternyata Dia mengajakku kesebuah
tempat yang tak pernah aku datangi sebelumnya.Doni
mengajakku ke danau. Kami berjalan beriringan menuju pondokan kecil pinggir
danau. Setibanya di pondokan, aku merasa kedinginan karena hujan
yang menerpa kami dijalan, namun badan ini tiba-tiba menjadi hangat karena Doni
memberikan jaket hitamnya untukku. Sebenarnya aku sudah menolak untuk tidak
memakainya. Tapi Doni memaksa.
“tempat ini indah sekali
Don” kataku memulai pembicaraan
“iya... aku suka tempat ini
Jen”
“aku juga, oya.. kenapa
tiba-tiba kamu mengajakku ke danau ?”
“Aku mengajakmu kesini untuk
suatu hal”
“apa?”
Tiba-tiba aku menjadi
bingung dan Doni menatap mataku dengan tajam seraya ingin mengatakan sesuatu.
Tapi aku tak berani menanyakannya. Aku mencoba biasa saja, dan aku mengalihkan
tatapan Doni pada pemandangan indah didepan kami.
Persahabatanku dan Doni
memang sudah lama. Kami bertemu 10 (sepuluh)
tahun yang lalu disebuah acara reuni SMA orang tua kami. Waktu itu, dia
membuatku kesal dengan ulahnya, Doni menumpahkan minuman di gaun yang ibu
berikan untukku. Aku kesal karena itu adalah gaun pertama dari ibu untukku, dan
Doni merusaknya.
“jen..” tiba-tiba suara Doni
memecahkan lamunanku
“ya??”
“kamu percaya jodoh?”
“iyalah... kamu sendiri?”
tanyaku pada Doni
“sama, aku juga percaya. Oya
jen.. aku sudah menyiapkan ini” sambil menunjukkan 2 (dua) lembar kertas dan sebuah botol bening
“buat apa Don?” tanyaku
heran
“bagaimana jika kita menulis
kesepakatan mengenai jodoh. Kamu tulis nama seseorang yang kamu harapkan akan
menjadi jodohmu” kata Doni
“tapi.. selama ini aku belum
pernah pacaran, aku harus menulis nama siapa ?” jawabku dengan lirih
“kamu kira aku pernah
pacaran? Hehe”
“trus..?”
Doni menarik nafas panjang
dan berkata
“jen.. walaupun kita tidak
pernah mengalami sebuah hubungan yang istimewa dengan orang lain.
Sebenarnya, hati kita sudah pernah merasakan hal yang berbeda
ketika bertemu dengan orang-orang tertentu. Kalau kamu bingung. Fikirkanlah
laki-laki yang
pernah kamu kenal. Dan jujurlah pada dirimusendiri, laki-laki mana yang membuatmu
nyaman” jawab Doni dengan bijak
Aku tidak membalas perkataan
Doni. Yang aku lakukan adalah, bagaimana aku membayangkan sebuah perasaan nyaman
dari laki-laki yang pernah aku kenal, yang jelas bukan ayahku hhe.
Dan setelah sekian menit aku
berfikir. Aku memulai pembicaraan yang berujung pada sebuah kesepakatan.
“tapi kamu
juga nulis kan ?” kataku dengan nada curiga
“iya aku juga nulis rahasiaku kok. Dan kita harus janji gak boleh ada yang tau tentang isi tulisan masing-masing
sampai kita bertemu 5 tahun lagi ditempat ini”
“ha ? 5
tahun.. itu kan lama banget Don” jawabku tak percaya
“iya… 5
tahun, aku gak bercanda, ini serius” dengan tatapannya yang tampak yakin
“tapi kan
?” jawabku berusaha menyangkal
“sudah….
Percaya aja sama aku Jen” jawab Doni dengan manis
“hari ini tanggal 14
Februari 2013, jadi kita akan kembali kesini lagi ditanggal yang sama di tahun
2018” kataku sambil mengulurkan jari kelingking tanda kesepakatan.
“iya..”
jawab Doni seraya menyambut jari kelingkingku
Perjanjian dari sebuah
persahabatan di pinggir danau. Aku dan Doni segera menuliskan rahasia jodoh
kami masing-masing. Kami menulisnya sambil tersenyum lucu. Karena, baru kali
ini kami membuat sebuah rahasia besar dalam hidup kami. Apalagi rahasia ini
harus kita pendam selama 5 tahun. Tidak terbayangkan seberapa besar rasa
penasaranku pada tulisan Doni dan begitupun sebaliknya. Setelah kami menulis.
Doni memintaku untuk menggulung kertasku dan memasukkannya kedalam botol bening
yang sudah dipersiapkannya, dan Donipun juga melakukan hal yang sama.
Doni menutup botol tersebut
dan mengajakku untuk menimbun botol itu dibawah pohon dekat danau. Aku sempat
bertanya padanya, kenapa harus dibawah pohon ini. Dia-pun menjawab bahwa masyarakat
disini mempercayai, barang siapa yang menimbun sebuah perjanjian dibawah pohon
ini, maka janji itu akan tetap terjaga hingga saatnya nanti akan terbongkar.
Sebenarnya, aku tidak terlalu mempercayai mitos itu. Tapi apa boleh buat jika
Doni mempercayainya.
“oke.. sudah selesai..” kata
Doni, sambil membersihkan sisa tanah galian di
celananya
“kamu tadi nulis apa?”
“rahasialah..hahha” jawab
Doni sambil berlari menghindariku
Aku-pun membalasnya dengan
teriakan
“aku tau kamu pasti menulis
namaku kan...?? hahha” candaku pada Doni
Doni tiba-tiba berhenti
berlari dan berkata,
“mungkin” jawabnya
Aku hanya
bisa membalas ucapannya dengan senyuman.
2 bulan kemudian
Keseharianku menjadi sangat
sibuk semenjak ikut olimpiade matematika. Donipun juga begitu. Kami sering
belajar bersama dirumah. Kami juga sering pulang bersama semenjak dua bulan
lalu.
Semakin banyak waktu yang
aku habiskan bersamanya. Sampai aku tidak menyadari ada sesuatu tumbuh dalam rongga tubuhku yang seakan membawaku merasa
nyaman.
Malam ini
Doni mengajakku untuk pergi menikmati indahnya malam festifal kota. Kami jalan
berdua layaknya sepasang kekasih, padahal kenyataanya kami hanyalah sebatas
teman.
Aku terus
berjalan hingga sampai disebuah lapangan yang penuh dengan lampu pijar yang berwarna dan tampak
mengitari areal dimana aku dan Doni berdiri. Tempat ini
tak terlalu terang dan tak terlalu gelap. Lampunya redup namun terlihat sangat
anggun dengan banyaknya lampion yang mengitari areal ini. Menara yang tampak
begitu indah dengan lampu-lampu pijar memberikan kesan romantis layaknya
dibawah menara eiffel. Tempat ini juga sempat
mengingatkan aku pada bagian cerita dari drama korea Boys
Before Flowers. Ketika Gu jun Piyo memberikan kejutan pada pacarnya dengan
menghidupkan lampu-lampu yang indah dalam berbagai warna dan bentuk. Romantis
sekali.
Aku terhipnotis dengan
kecantikan warna dan bentuk lampu pijar ini,
sampai aku tak melihat lantai yang licin. Dan seketika itupula
kakiku tergelincir. Tak sempat aku jatuh...
“wwaaaaaa...”
Mataku terpejam. Aku merasa
badanku tak sempat menyentuh tanah. Aku mencoba membuka mata secara perlahan.
“Donn..”
Aku melihat wajah Doni
menatapku dengan sangat dekat. Tiba-tiba jantungku berdebar lebih kencang.
Tanpa sadar, kembang api yang indah menyaksikan kami berdua ditengah-tengah
areal berlampu romantis itu. Kami bertatapan, entah berapa lama.
“makanya hati-hati” kata
Doni
Tiba-tiba aku tersadarkan
dengan ucapan Doni. Akupun tiba-tiba melepaskan diri dari tangannya. Mulai berdiri dan merapikan rok warna merah muda yang aku
pakai.
“eh.. kembang apinya sudah
mulai tu.. kesana yuk?” akupun berusaha mengalihkan perhatianku
Aku
berusaha mengalihkan perhatianku pada kejadian tadi dengan mengajak Doni
melihat kembang api. Aku juga tidak mau Doni melihat pipiku yang memerah karena
malu.
Kami
berdua, melihat kembang api bersama. Sambil menatap langit yang penuh dengan
api yang berwarna dan berpijar seperti bintang yang memancarkan sinar dengan
indahnya. Aku menoleh pada Doni, sekilas melihat wajahnya yang tersilaukan oleh
pancaran sinar kembang api dan kacamatanya yang terlihat berkilau. Tanpa sadar,
pipiku mengkerut karena terdorong dengan lekukan senyuman bibirku ketika
melihatnya. Puas melihatnya, akupun menatap langit kembali. Menikmati malam ini
hanya berdua dengan seorang sahabat yang sepertinya baru ku kenal lagi
sosoknya menjadi seorang laki-laki baru
yang mengindahkanku.
Keesokan harinya...
Setelah semalaman kami jalan
berdua dipinggir kota. Menikmati pemandangan kota dimalam hari dengan
mendengarkan suara-suara kendaraan bermotor, kemudian tiba ditempat romantis
penuh dengan lampu pijar yang indah, hingga berakhir dengan pesta kembang api
yang menjelma menjadi sesuatu yang membuatku
sering memikirkan Doni.
Hari ini aku benar-benar
memiliki semangat untuk menjalani hal penting yang sudah di persiapkan olehku
dan Doni jauh-jauh hari. Olimpiade, akan dimulai hari ini.
Pagi ini aku di jemput Doni dengan sepeda vespa merahnya. Aku menunggu di depan gerbang
rumah. Tiba-tiba
dia datang dengan iringan suara vespanya yang
khas.
“ayo.. naik” kata Doni
sambil memberikan helm merahnya untukku
Hari ini kami tidak
kesekolah. Karena tempat lomba bukan disekolah kami, tapi di SMA PANCASILA.
Jadi kami langsung kesana. Diperjalanan,
kami bergurau dengan candaan yang sederhana, tapi candaan itu terasa berbeda
kali ini. Tak terasa, sepeda vespa yang kami
kendarai
sudah tiba di areal parkir SMA PANCASILA.
“jena...”
Suara Doni memecahkan
lamunanku.
“kok ngelamun?”
“sorry Don.. aku..” aku tak
bisa menjawab pertanyaan Doni dengan baik
“yaudah.. yuk kita masuk,
daftar ulang”
“emh.. ya..”
Aku dan Doni mulai melangkah
menuju ruang pendaftaran ulang. Sesampainya diruang pendaftaran, tampak Bu. Warti berdiri sambil memegang
tas hitamnya. Bu. Warti melambaikan tangannya padaku, dan akupun segera
mengajak Doni untuk menghampirinya. Sesampainya dihadapan Bu. Warti kami
mengumbar senyum yang sedikit gugup. Bu. Warti hanya berpesan, “jangan lupa
berdo’a nak, berjuanglah semaksimal mungkin...”.
Jam
menunjukkan tepat pukul 7 pagi. Bersamaan ketika aku memandang jam tangan hitam
yang melingkar di pergelangan tangan,
bel tanda masuk ruangan lombapun berbunyi. Aku segera menyiapkan alat tulis dan
papan kerja. Saat itu, yang aku tau hanya satu. Aku gugup. Aku melangkah dengan
perlahan menuju ruangan, dan tiba-tiba tangan Doni memegang tanganku yang
seakan dia tau bahwa aku gugup untuk menghadapi lomba ini. Aku hanya bisa
menatapnya ketika Dia memegang tanganku, tiba-tiba dia membalas tatapanku sambil
tersenyum, dan berkata “percayalah, kamu bisa”, sambil tersenyum, Doni berkata
padaku.
aku duduk dan mencoba tenang. Aku sempat menggerutu dalam hati “Oh God..
kenapa Doni begitu baik padaku ? jangan sampai…. Jangan sampai perasaan itu
ada”
Keesokan harinya..
Aku berusaha bangun lebih
pagi hari ini. Aku hanya terfokus pada satu hal. Hasil olimpiadeku. Apakah aku
akan gagal lagi, ataukah sebaliknya.
Rasa penasaran menghantuiku
semenjak pasca olimpiade. Aku benar-benar pasrah dengan apa yang sudah aku
kerjakan kemarin. Langkahku sempoyongan pagi ini. Ketika sampai di koridor
kelas 10, tiba-tiba Doni memanggilku.
“Jen..jena.. tunggu” kata
Doni sambil berlari
Aku sudah tebak, pasti Dia
akan memberitauku tentang hasil olimpiade itu
“ada apa Don?”
“kok lemes ? seharusnya kamu
semangat, Kita
berhasil Jen” jawabnya
dengan senang sambil mengulurkan tangannya.
Dia bilang, aku mendapatkan juara di olimpiade kemarin,Doni sebagai juara 1 dan aku juara 2. Aku sangat
bahagia mendengarnya. Aku berteriak kegirangan didepan Doni. Doni hanya tertawa
melihatku seperti itu. Aku tau Doni pasti juara 1 karena dia lebih jenius
dibandingkan denganku.
Ini adalah lomba terahir
yang kami ikuti dimasa SMA. Karena 4 bulan lagi kami akan menempuh ujian
nasional.
“makasih ya Don..” kataku
sambil tersenyum
Doni hanya menjawab ucapanku
dengan senyumannya yang manis. Senyuman yang tiba-tiba membuatku menjadi
seseorang yang berbeda didepannya.
1 bulan kemudian
Tuhan mengujiku dengan emosi
perasaan yang tak karuan. Perasaan suka dan curiga yang terkadang berubah
menjadi perasaan cemburu yang berlebihan. Ahir-ahir ini aku melihat Doni sering
membuka ponsel dan mengetik pesan singkat untuk seseorang yang entah itu siapa.
Pacarnya kah ? ataukah sebatas teman ? aku pernah memergoki dia menerima pesan
singkat dari seorang wanita. Tapi aku berpura-pura tidak tau mengenai apa yang
aku lihat. Dan sejak itulah aku mulai mengerti, tentang
sebuah kecemburuan hati.
“jen.. aku mau bilang
sesuatu”
“apa?”
“emang aku
salah ya kalau suka sama seseorang?” perkataannya dengan lirih
“nggak kok.
Kenapa?” jawabku sewot
“berarti..
aku gak salah dong kalau suka sama dua orang cewek sekaligus?”
“dua?
Maksud kamu… kamu?” jawabku heran
“yaa.. aku
susah. Aku susah pilih antara keduanya”
“owh.. yaudah.. tembak aja salah satu.
Menurutmu, kamu lebih suka yang mana?” jawabku
dengan nada ketus
“sulit..
yang pertama, anaknya baik banget, cantik. Terus.. yang ke dua, dia anaknya
pinter, cantik, dan baik. Keduanya hampir sama tapi, jujur aku lebih suka yang
ke dua, tapi aku tau, dia bakalan nolak aku”
“loh... kenapa dak kamu coba aja Don?”
“gak usah Jen, kemarin aku sempat baca sesuatu di catatan handphonenya,
dia sudah menaruh hati sama orang lain”
“terus?
Kamu bakalan perjuangkan yang pertama?” jawabku
“iya jen.. namanya Miranda. aku sudah berhubungan dengan Dia
semenjak 1 bulan yang lalu. Dan aku rasa, dia dan aku cocok”
“emhh..Miranda ya.. yasudah
tembak aja” jawabku dengan nada sedikit cemburu
“bener jen? Dak papa nih?”
“iyalah dak papa.. ini kan
sudah pilihanmu?” jawabku dengan lembut
“heemm” jawab Doni dengan
senyuman
Pembicaraanku berlanjut
dengan Doni, entah kenapa hatiku merasa cemburu ketika Doni mengatakan bahwa Dia
menyukai seorang gadis yang bernama Miranda yang sudah sempat berhubungan
dengannya lewat pesan singkat di handphone selama satu bulan. Aku megerti sekarang, pesan yang selalu dia ketik, itu untuk Miranda.
Aku cemburu.
Saat ini aku dilema, dilema dengan perasaan
yang aku alami sendiri. Perasaan yang tiba-tiba datang tanpa permisi mengisi
rongga dalam tubuh ini. Terkadang menjadi sesak ketika perasaan yang muncul ini
terhempaskan dengan sebuah perkataan yang sebenarnya tak diinginkan oleh hati.
Tapi. Aku
sempat berfikir tentang gadis ke dua yang diceritakan Doni. Apakah gadis kedua
ini juga dekat dengan Doni ? dari mana dia tau isi catatan handphone gadis itu
?
3 bulan kemudian
Doni sudah menjalin hubungan
dengan Miranda semenjak dua bulan lalu. Aku dan Doni sudah jarang melakukan
aktifitas seperti dulu semenjak Miranda datang ditengah-tengah kehidupanku dan
Doni. Aku menjadi aneh akhir-akhir ini. Entah kenapa aku merindukan sosok Doni
yang dulu, Doni yang selalu menyambut pagiku dengan senyumannya yang manis,
Doni yang selalu memberikan banyak perhatian untukku, dan Doni yang selalu
membuatku tertawa dengan tingkah bodohnya. Tiba-tiba aku merindukan semua yang
dilakukan Doni untukku dan semua yang aku lakukan bersama Doni.
cinta? Ya, mungkin aku sedang jatuh cinta saat ini. Aku merasaditarik oleh sebuah magnet kuat segitiga bermuda yang tidak
akan membiarkanku lolos melewatinya. Magnet yang menarikku kedalam sebuah
tarikan perasaan yang dalam di hati ini. Yang sudah berhasil membuat mata dan
otak ini bekerja lebih berat dari biasanya untuk memikirkan seseorang yang aku
sendiripun tak tau apakah dia juga memikirkan aku?. Ternyata benar sebuah
kalimat “cinta akan membuatmu bukan
menjadi dirimu yang biasanya. Cinta akan membuatmu gila. Gila dengan sebuah
perasaan yang kamu sendiripun tak mengerti mengapa ini terjadi”
Disinilah aku mulai mengerti
bahwa aku mencintai Doni.
Tapi yang aku tau saat ini.
Doni tidak mencintaiku.
Aku mencintai Doni hanya
dari batas kejauhan yang Donipun tak bisa melihatnya. Aku mencintainya dari kisah sebuah persahabatan yang erat,yang berubah menjadi cinta. Aku malu untuk
mengatakan bahwa aku mencintainya karena aku
wanita “apa kata orang jika wanita
mengutarakan perasaannya pada seorang laki-laki?” gerutuku dalam hati. Apalagi sekarang akutidak bisa mendekatinya seperti dulu, dia sudah membagi senyuman,
dekapan tangan dan perhatiannya kepada gadis yang dicintainya saat ini,
Miranda. Disini aku hanya bisa diam, menunggu, melihat dan mencintai Doni dari
kejauhan. Maafkan aku Don, perasaan ini tiba-tiba saja merajut dalam hati.
Tiba-tiba perasaan ini memenuhi jiwa, badan dan fikiranku. Sehingga membuatku
menjadi seseorang yang berbeda dari sebelumnya, dan membuat kamu menjadi
berbeda dalam pandanganku saat ini atau bahkan seterusnya.
HARI KELULUSAN
Hari-hari berlalu dengan
cepat. Saat ini aku sudah terbiasa untuk memikirkan Doni dengan rasa cemburu
yang begitu besar ketika Doni bercerita tentang Miranda kepadaku. Aku sudah
terbiasa, aku terbiasa untuk melihat senyumannya yang seketika membuat aku
cemburu ketika aku tau Dia tersenyum bukan karenaku. Aku merasa menjadi seorang wanita bodoh karena mencintai seseorang yang tak
pernah aku tau isi hatinya kepadaku.
Terbangun dengan sinar
matahari yang tanpa izin memasuki kamarku. Sedikit demi sedikit aku mencoba
untuk membuka mata yang sebenarnya sangat sulit untukku kubuka. Tanganku
rasanya langsung memiliki sugesti untuk mengambil ponsel. Dengan fikiran yang
setengah sadar, aku membuka ponsel. Badanku langsung merasa memiliki energi
untuk bangun setelah aku melihat tulisan “PESAN DARI DONI” “10 PANGGILAN TIDAK TERJAWAB
DARI DONI”. Akupun langsung memeriksa laporan pesan dan telfon dari Doni, tertulis dengan jelas “diterima pada pukul 23:00”. Akupun langsung menggerutu dalam hati
“untuk apa Doni mengirim pesan begitu malam”. Rasa penasaranku begitu
besar.Jemariku langsung membuka pesan itu.
“jena “
Aku tetap dengan ekspresi bingung. Kenapa dia hanya mengirim sms
dengan mengetik namaku. “jena”.
Aku berusaha untuk menelfon Doni, tapi tidak ada jawaban. Aku sedikit jengkel
pada Doni. Aku menebak, dia pasti sedang mencoba mengganggu tidurku tadi malam.
Pagi ini aku berjalan
dikoridor kelas sendirian. Aku
menunggu Doni memanggilku dari jauh. Tapi aku tak mendengar satu panggilanpun
yang terdengar. Aku berjalan hingga memasuki ruang kelas yang berembun karena AC ruangan yang lupa tidak
dimatikan. Aku terduduk, memandang kursi disebalah kananku yang tampak kosong.
Badanku tak merespon udara dingin yang menyelimutiku,
sampai ada seseorang
masuk, yang ternyata taman sebangkuku yang
bernama Elena.
“jen...”
“eh.. kamu Len”
“kamu dak kedinginan ?” ucapnya sambil mengambil remot AC dimeja guru
“hmm.. dak tau Len”
“kemarin
Doni baru berangkat kan? Kemarin aku sempat melihatnya
di bandara”
Aku tersentak kaget dengan apa yang diucapkan Elena..
“pergi? Kemana? Kok Dia..”
“loh.. kamu dak tau ?”
“akuu... aku sama sekali...” aku keheranan dan resanya.. ah.. aku tidak tau harus bagaimana
“kemarin,
aku jemput saudara di bandara. Tapi selang beberapa menit, aku liat Doni. Aku
sapa Dia,
dan Dia bilang kalau Dia bakalan berangkat untuk sekolah di prancis”
Aku tidak
tau harus berucap, air mataku sudah tidak kuat aku bendung. Kenapa ini harus
terjadi? Kenapa Doni tidak memberitauku sebelumnya? Kenapa? Aku belum sempat
mengatakan perasaan ini padanya. Padahal.. hari ini adalah hari kelulusan SMA.
Aku sudah mempersiapkan segalanya untuk merayakan kelulusan bersama Doni. Aku
juga berencana untuk megutarakan perasaanku hari ini. Aku sudah lelah dengan
perasaan ini. Tapi… semua itu gagal karena Dia sudah pergi jauh sebelum aku
melakukan semua yang aku rencanakan hari ini. Aku benci hari ini.
Aku langsung berlari menuju
toilet. Rasanya.. aku tidak tau, aku harus bagaimana. Aku merasa ada sesuatu
yang menyesakkan. Setibanya di depan kaca
toilet. Seketika aku meluapkan apa yang ingin aku luapkan pada diri sendiri.
Aku ingin menangis sekeras yang aku bisa, tapi tangisanku menjadi tertekan dan
dadakku terasa sesak. Aku merasa, ada yang ingin sekali aku luapkan. Aku
merogoh handphone dan mencoba untuk menghubungi Doni
“maaf nomor yang anda tuju
sedang tidak aktif”
Berulang kali aku mencoba
untuk menghubunginya, tapi tidak bisa..
Pintu toilet tiba-tiba
terbuka dengan perlahan. Aku segera mengusap air mata dan bersikap seperti
biasa. Aku menoleh kearah
pintu. Dan ternyata Elena
menyambutku.
“jen.. kamu dak papa kan ?”
kata Elena sambil mendekapku
“aku.. aku..” air mataku
mulai jatuh lagi. aku menangis. Aku tidak bisa menahan tangisan ini.
“sabar Jen, Doni masih ingat kok dengan janji kalian di pinggir danau” ucap Elena seraya menenangkanku dengan pelukan seorang sahabat
“dari mana kamu tau?”tanyaku sambil menghapus
air mata dan melepas
pelukan sahabat sebangku-ku ini
“Doni sudah
cerita semuanya sama aku jen. Dia juga bilang kalau Dia gak bakalan lupa sama
janji kalian ditanggal 14 Februari, Doni bilang kalau Dia akan datang tepat
waktu”
“Tapi..
kenapa?” jawabku dalam tangisan yang sesenggukan
”Dan
dia bilang aku harus kasih surat ini buat kamu”
Mataku langsung tertuju pada
amplop merah jambu ditangan Elena. Elena memberikan amplop itu padaku. Tanganku sedikit
gemetar untuk membuka bahkan untuk membacanya.
Surat itu mulai aku baca...
BERSAMBUNG….
ditunggu kelanjutannya"
BalasHapus:D
Keep writing. Dan love it kak!
BalasHapus